Siapapun orangnya, seharusnya mau jika membeli apapun dengan harga murah, namun kualitas bagus. Begitu juga dengan makan, murah dan enak, pasti lebih membahagiakan. Ada juga yang milih asal murah, rasa belakangan. Intinya adalah murah atau mengeluarkan biaya sedikit untuk memenuhi apa yang mereka butuhkan.
Siang lalu, aku menjumpai seorang Kakek naik sepeda motor sendirian, makan di warung makan yang harganya memang relatif murah, Rp 10.000 sudah makan dengan nasi, ayam dan sayur. Aku tak tahu apa yang dibeli sang Kakek, tapi aku lihat Beliau juga memesan minuman yang aku tak tahu apa, karena tak terlalu kelihatan dari tempatku duduk. Kasihan, Kakek berpenampilan sangat sederhana, memakai kaos dan celana panjang yang ala kadarnya.
Tak berapa lama, muncul sepasang Bapak dan Ibu, mungkin suami-istri, masuk warung untuk makan di tempat. Mereka duduk tepat di sebelahku. Aku sedari tadi memperhatikan apa yang mereka lakukan. Mereka tak pesan minum sama sekali, hanya memesan satu piring, untuk berdua, dengan dua lauk, yang menurutku tak begitu mahal.Â
Sungguh aneh bagiku, padahal mereka berpenampilan seperti orang mampu, dengan pakaian yang sangat bagus, lebih bagus dari yang Kakek pakai tadi. Aku nggak tahu, entah berhemat atau gimana?
Beda lagi saat ku jumpai di sebuah cafe, seorang wanita muda, mungkin masih kuliah, hanya memesan satu gelas es teh sambil menggunakan laptop, mungkin karena tujuannya memakai fasilitas wifi di cafe tersebut, tapi tidak enak jika tak membeli apapun.
Di sebuah mall, kala itu belum buka, karena waktu belum menunjukkan pukul 10.00. Yang terbuka hanya pintu samping, karena tempat itu juga bersebelahan dengan rumah sakit, jadi sebagai jalan masuk atau keluar bisa saja lewat mall itu. Aku melihat seorang pria duduk bersama seorang anak kecil di sebuah tempat untuk bersantai, dengan meja dan kursi yang nyaman.Â
Apa yang dilakukan saat mall masih tutup? Apakah juga memanfaatkan wifi dengan sebuah laptop itu? Hanya modal membayar parkir saja, karena tidak ada cafe di sekitarnya. Aku sering melihat pria itu, sepertinya orang yang mampu, karena sebelumnya aku melihatnya makan di sebuah resto dengan penampilan yang sama seperti saat aku lihat terakhir.
Dulu pernah ku jumpai seorang pria yang mengajakku makan malam di sebuah resto yang aku sudah lama tak mengunjunginya. Aku tahu, temanku itu sangatlah kaya, seorang pengusaha yang berhasil. Selama ini, orang yang mengajakku adalah orang yang membayar, kala itu, ku pikir begitu, apalagi Dia sudah berhasil. Mungkin mengajakku karena ingin syukuran kecil-kecilan. Waktu itu Dia terlambat karena melayat ke suatu tempat dan banyak yang harus diurus, padahal kami sudah janji di jam itu.Â
Aku sudah sampai tujuan, menunggunya datang. Tapi Ia meminta supaya pesan. Waktu itu aku tak tahu kalau peraturan sudah berubah, harus bayar dulu baru dilayani. Ya, aku pesan dan bayar, yang aku pikir akan ditukar olehnya, karena pesanannya luar biasa banyak dan harga juga lumayan.Â
Setelah Ia datang dan tanpa minta maaf, Ia tak menyinggung soal pembayaran, padahal sudah sering beli di tempat itu. Sampai kami pulang pun Ia tak berniat ganti atau tanya habisnya berapa dan tanpa bilang terima kasih. Pelitkah? Atau hematkah sehingga kaya?