Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tak Turun, Rezeki Menurun

14 Juli 2024   21:54 Diperbarui: 14 Juli 2024   22:12 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan juru parkir (sumber gambar : jurnalbengkulu.com) 

Aku pernah hampir menangis, waktu merantau belum membawa kendaraan roda dua. Kemana-mana aku jalan kaki, karena masih awal, aku iseng aja jalan di dekat kos. Aku mampir di sebuah minimarket untuk membeli minuman di lapak minimarket itu. Ada seorang Bapak menjadi juru parkir tanpa seragam. Tapi pengunjung tak wajib memberi, hanya yang mau saja. 

Beberapa minggu kemudian aku singgah lagi ke tempat itu, membeli minuman yang sama, karena rasa enak, relatif murah. Bapak juru parkir masih menjaga kendaraan, tapi ada yang beda. Ada satu lagi pemuda di samping Bapak, ternyata juga memarkiri kendaraan tersebut, padahal Bapak sudah lebih dulu di situ. Pengunjung memberikan uang parkir pada pemuda, dan Bapak hanya bisa melihatnya. Aku pikir pemuda itu akan membagikan hasilnya ke Bapak, ternyata tidak, masuk kantong sendiri. Memang ada tulisan parkir gratis, tapi giliran memberi pada pemuda, bukan si Bapak yang lebih dulu. 

Lalu masih di kota yang sama. Beda tempat, tapi masih sama-sama di sebuah minimarket langgananku yang agak jauh, karna aku sudah bisa mengendarai sepeda motorku sendiri. Bapak juru parkir selalu menjaga di situ tiap malam hari. Dan memberikan nomer yang digantungkan pada sepeda motor. Aku pikir parkirnya Rp 2.000 atau lebih, maklum di kota besar. 

Ternyata ku berikan uang Rp 5.000, dapat kembalian Rp 4.000. Itu zaman dulu lho. Tapi jarang ada yang memberi, karena kebanyakan yang datang dua orang, satu masuk toko dan yang lain menunggu di atas sepeda motor agar tak membayar parkir. Padahal hanya Rp 1.000 lho, tidak akan ada kelipatan seperti di mall atau rumah sakit. Mungkin karena ada tulisan parkir gratis, sehingga tak mau memberi. 

Saat aku kembali ke kota asal, aku tak siap uang untuk parkir, kala itu Rp 10.000. Aku kira juru parkir membawa kembalian, tapi ternyata tidak, karena toko sepi. Setelah ku berikan uang itu, Beliau berkata, "Bawa aja Mbak, belum ada kembalian, sepi. Kapan-kapan aja jika beli lagi." 

Saat juru parkir berharap diberi, kita minta gratis. Saat kita berharap memberi, juru parkir memberi gratis. Sekali aku disindir juru parkir. Di warung langganan yang selalu ramai, aku sekali lupa memberi uang parkir, sudah ku siapkan tapi lupa belum memberi. Saat melaju pelan, Beliau berkata, "Lain kali bayar parkir ya!" Aku malu lalu minta maaf dan membayar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun