Lirikan mata yang begitu mahalnya, bisa sama atau bahkan lebih mahal dari sepatu yang dimiliki, sehingga sang Bapak yang menjual jasa semir sepatu tak sanggup membelinya. Mau beli pakai apa? Jika jasa mereka tidak atau belum laku alias belum ada yang sudi melirik. Orang hanya lalu-lalang di sebuah tempat perbelanjaan, dan sang Bapak hanya duduk terdiam di depan pintu kaca nan megah sambil memperhatikan orang lewat berharap mampir untuk memakai jasa semir sepatu.Â
Hanya dengan bekal sikat, semir dan beberapa botol minuman Bapak itu setia menunggu. Bahkan dalam hati mungkin berkata, "Orang lebih suka menikmati kopi yang harganya berkali lipat dari jasaku daripada memakai jasaku, padahal mereka memakai sepatu yang bisa ku sentuh demi membantu menghidupiku dan keluargaku."Â
Mungkin Bapak berpikir begitu. Ada juga beberapa manusia yang mengambil sejumlah uang di ATM di dalam tempat perbelanjaan tersebut, yang pasti sangat ingin dilakukan oleh Bapak itu jika Beliau bisa melakukannya, tetapi mungkin itu hanya mimpi. Bolehlah kita membantu Bapak itu, tak harus memakai jasa, bisa apapun, memberikan minum atau makanan jika tidak berkenan memberikan uang, itu hanya saran saja.Â
Setelah kejadian itu aku melihat sang Bapak penjual berbagai macam koran, buku TTS dan kalender juga menunggu pembeli yang datang, di jalan raya yang banyak mata melihat, tetapi entah kenapa tak sudi mampir dan memilih memberikan uangnya untuk pengamen jalanan yang berada tepat di seberang Bapak jualan. Satu hari ini membuatku sedih, melihat dua peristiwa yang sangat menyentuh hatiku. Semoga para manusia itu sudi melirik para Bapak itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H