Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Sudah Biasa sehingga Luar Biasa

1 Juli 2024   21:06 Diperbarui: 1 Juli 2024   21:10 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merangkai kata? Sudah biasa. Bekerja hingga malam tiba, sudah biasa. Melewati tempat angker, sudah biasa. Sendirian di malam hari, sudah biasa. Lalu apa hal yang luar biasa? Luar biasa bagiku, belum tentu bagimu. Sering sekali aku masih di kantor saat sore atau bahkan malam hari. Maklum, di tengah kesibukan yang melanda, karena proses administrasi yang butuh waktu lebih, apalagi jika ditinggal tugas luar kantor yang kadang bisa berjam-jam. Sendirian di ruangan yang jika jam kerja dihuni oleh tiga warga. Siangpun kadang bel tamu berbunyi, padahal resepsionis ada di tempat, tepat di depan bel tamu tersebut. 

Pernah di sore hari, saat aku sendirian di ruangku, bel tamu berbunyi, akupun keluar menengok karena aku pikir ada tamu, ternyata sepi. Aku sempat bertanya pada security, siapa tamu yang masuk, ternyata tidak ada. Oke, aku tenang. Pernah di siang hari saat aku di resepsionis bersama petugas resepsionis, tongkat kayu yang menempel di dinding bergerak selama beberapa detik, mengeluarkan suara seperti dipukul ke lantai. Oke. Hingga aku sampai di satu titik, di dalam ruangan saat maghrib, aku sendiri. Kardus kosong tiba-tiba terjatuh di depan mataku. Oke, aku tetap tenang. Karena aku merasa dijaga oleh teman-teman di luar sana, terutama security yang menemani dan memberi semangat dari luar pintu. Walau mereka tidak melihat dan tidak tahu, aku tetap tenang. 

Akhirnya semua hal itu menjadi biasa. Di rumahpun sudah biasa, bertemu mbak kunti, bertemu anak kecil yang berlari di dalam rumah, sudah biasa. Saat lewat di jalan angker di atas jam 21.00 sepulang main bulu tangkis, pernah mendengar suara menyeramkan, tapi aku tak berani menengok, karena banyak orang lewat yang sering diganggu dan bercerita padaku. Aku tetap menghadap depan dan tenang. Di tempat itu juga, di jam yang sama, pernah juga ku temui kepala tanpa badan yang sedang memandangku. Tapi beberapa orang tak percaya padaku. Oke. Kadang mereka belum percaya kalau belum melihat. Walau tempat itu angker, aku masih sering lewat sana karena memang itu jalan yang paling nyaman. Mau percaya boleh, tidak juga boleh. Tapi itu hal biasa yang akhirnya luar biasa dalam hidupku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun