Aku memang asli Yogyakarta, dari lahir hingga usia 23 tahun, aku di Yogyakarta. Tapi entah kenapa aku tak suka masakan manis ya? Aku orang aneh kata Ibuku, makan dengan bumbu kacang semisal sate ayam, siomay, batagor dll aku pasti menghindari kecap, karena kecap itu mengubah rasa dari bumbu kacang itu sendiri.
 Menurutku, bumbu kacang sendiri sudah enak, jadi tak perlu tambah apapun bagiku sudah sempurna, biarkan saja para manusia itu mengira aku aneh, orang Yogyakarta kok malah tanpa kecap, tak mau manis, ya pasti aku, mungkin yang lain ada, tapi aku belum bertemu.Â
Sampai aku harus melihat dengan sangat teliti saat penjual melayani pesananku, takut terkena kecap karena terbiasanya tangan mereka mengambil si manis. Hingga suatu ketika pada usia ke 24 hingga 26 tahun aku dipindah bekerja di Surabaya, masih satu perusahaan dengan kantorku sekarang.Â
Di sana, aku tetap tak mau yang manis, mengingat menu-menu di sana sangat cocok, tentu banyak pedagang yang pedas-pedas seperti penyetan dan lain-lain. Aku suka sekali, akhirnya ada juga menu yang tidak harus manis, aku merasa sempurna tinggal di Surabaya, apapun aku suka, karena tidak manis, kecuali satu saja yang aku suka tentang manis, yaitu kenangan manis bersama orang-orang yang luar biasa yang selalu membuatku tersenyum bahkan tertawa.Â
Mengapa kenangan manis? Karena ada di antara mereka yang sudah tiada dan aku juga sudah kembali ke habitat asal, dipindah ke Yogyakarta, yang masih satu perusahaan, yaitu di kantor pusatnya. Sampai sekarang aku masih menolak manis, bahkan minuman juga aku tak suka yang terlalu manis, semisal kopi, lebih suka yang agak pahit. Itu, satu hal manis yang aku suka hanya kenangan manisku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H