DISCLAIMER...!!!
Ini hanya dari pengalaman dan observasi sepintas yang dangkal, serta cerita dari beberapa teman yang sudah lama menetap di Jerman. Ini tidak menggambarkan sifat orang Jerman dan Indonesia secara umum.Don't take it seriously..
Dalam pergaulan dengan orang Jerman, ada beberapa hal yang membuat masing-masing dari kita hanya geleng-geleng kepala.
Menawarkan tempat duduk di kendaraan umum
Di Indonesia, ada ketentuan tidak tertulis bahwa kita harus memberikan tempat duduk di kendaraan umum kepada orang berusia lanjut, meski orang tersebut tidak meminta. Ini merupakan bentuk adab dan kesopanan. Meski sekarang ini sikap ini sudah mulai luntur di kota-kota besar.
Tapi di Jerman, kadang kita dimarahi orang tua tersebut karena kita dianggap meremehkannya. Menganggap bahwa dia adalah orang tua yang lemah dan perlu dikasihani.
Kadang ini menimbulkan dilema bagi kita, sebagai orang Indonesia dan muslim yang ingin berbuat baik bagi sesama. Mau tetap duduk tidak enak... Mau nawarin, takut beliau tersinggung. Maka, salah satu solusinya adalah kita berdiri saja di dekat pintu keluar pura-pura bahwa halte tujuan sudah dekat. Meski halte tujuan kita sebenarnya masih 5-8 halte lagi.
Isi kado harus sesuai dengan keinginan
Di Indonesia, isi kado terserah kepada pemberi. Kalau sesuai dengan keinginan ya.. alhamdulillah.... Kalau tidak ya, alhamdulillah juga.., bisa disimpan untuk kado bagi teman yang lain... he.. he..he...
Di Jerman, isi kado harus sesuai dengan keinginan yang berultah. Sebelumnya, yang berulangtahun akan memberitahu teman-teman atau keluarganya. Pesta ultah macam apa yang menjadi keinginannya dan kado macam apa yang diinginkannya. Nah, teman-temannya yang datang ke pestanya harus memberikan kado sesuai dengan keinginan yang berulang tahun. Kado tidak harus berwujud barang. Bisa jadi kadonya adalah voucher kursus memasak, kursus beladiri atau liburan ke pantai. Pemberian voucher belanja di pusat perbelanjaan merupakan hal yang umum diberikan sebagai hadiah/kado.
Kadang jika anak-anak yang berulang tahun, sang ibu akan membeli banyak mainan atau apapun yang menjadi keinginan anaknya. Kemudian menjualnya kembali ke teman-temannya si anak sebagai kado ultahnya. Atau, dalam undangan tertulis bahwa kado harus berisi mainan dengan harga minimal tertentu dan dibeli di toko tertentu.
Apakah ini wujud dari efisiensi? Yah...mungkin, daripada lama mencari-cari kado dan ternyata tidak sesuai dengan keinginan penerima dan akhirnya tidak terpakai.