Hoammmmm.... manusia primitif jaman dulu sekarang sudah berubah menjadi manusia canggih yang bisa mengomel jarak jauh dan diketahui oleh orang seluruh dunia. Ya, keberadaan sosial media bak anugrah dan musibah, bak pelayan sekaligus majikan, dan bak... bak sampah. Kebanyakan orang menghabiskan waktu mereka di depan facebook, twitter, blog atau apapun itu dengan mengomel, mara-marah, menjadi kalem, mencari perhatian, pura-pura bijaksana dan lain sebagainya. Kita ini manusia primitif yang seolah masuk ke utopia dan lupa akan dunia kemudian mengklaim bahwa facebook, twitter, dan sanak sodaranya adalah sebenarnya bermanfaat. Kemudian ditambahkan pula kalimat "tergantung kitanya..." untuk membenarkan kebodohan dibawah pengaruh sosial media ini.
Sebuah negara bisa hancur hanya karena "kebebasan berpendapat" yang diumbar sejumlah orang kemudian menular dan meledak melalui dunia maya. Hai maya, duniamu ini sebenarnya menyamarkan keberadaan dunia nyata dan membuat orang-orangnya berpikir seperti komputer dan mudah terpengaruh. Tahukah kau hai maya, berapa banyak orang dibelakang sana yang tertawa ketika hampir seperenam manusia di bumi ini setiap malam sebelum tidurnya mengupdate status, atau ketika setiap 5 menit sekali setiap orang berkicau di dunia antah berantah bernama twitter, mengumbar hal konyol hingga menjadi trending topik tak jelas.
Dan sialnya hal-hal demikian (sosial media) tidak digolongkan dalam zat adiktif berbahaya sehingga tidak ada yang melarang dan teruuss menjadi candu, candu ini benar-benar membahayakan, sama-sama menghasilkan dopamin di otak dan sama-sama merusak.
Saya yakin, dunia ini akan semakin gonjang-ganjing dengan revolusi sosial media yang menjamur dan menjadi trend. Saya tidak yakin memberhentikan sosial media juga bisa mendamaikan dunia, jadi yang perlu dihancurkan adalah apanya...?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H