Namaku Chayoung, menurut teman-teman sekolah aku adalah seorang perempuan yang tidak gampang menerima bantuan orang lain, egois, dan menjengkelkan. Aku memang percaya pada diriku sendiri, sudah berapa kali aku menolak bantuan ataupun uluran tangan teman-temanku, bahkan hal sekecil apapun itu. Dulu pernah, ketika aku lupa membawa bolpoin. Vincenzo teman semejaku sudah berulang-ulang menawarkan bolpoinnya untukku, aku hanya mengangguk dan menjawab tanpa melihat dan memedulikan perasaannya "Maaf, aku nggak mau". Aku lebih memeilih mencatat semua mata pelajaran hari itu ke otakku. Aku memang selalu mempercayai bahwa "Aku akan berhasil ataupun sukses karena diriku sendiri", kalimat yang selalu menjadi patokan dalam hidupku.
 Suatu hari ibu guru sedang membacakan nama setiap anggota belajar. "Chayoung, vincenzo, Lissa, Hanseok, kalian satu kelompok" terang beliau. Aku mengangkat tangan kananku dengan sopan. "Permisi, maaf Bu bisa tidak kalau saya tidak satu kelompok dengan Lissa..", teman-teman mungkin telah merasakan gelagat yang tidak enak mengenai ucapanku. "Memangnya kenapa Chayoung?" selidik ibu guruku. "Saya nggak suka Bu, Lissa nggak pernah bekerja, Lissa Cuma modal nama saja.." aku menatap ke arah Lissa. Lissa ang mendengar alasanku mendelik marah, teman-teman juga menatap jengkel, "Peduli apa? Toh aku tidak butuh kalian" batinku. "Tidak bisa Chayoung" jawaban ibu guru mengakhiri pertemuannya dengan kami hari itu beberapa saat setelah bel pulang menjerit.
 Seperti biasa aku pulang sendiri, terik matahari membuatku cepat merasakan haus, tak jauh dari tempatku berdiri terlihat kedai coffe favoritku. Segera aku membawa langkah kakiku menuju tempat itu. Baru beberapa langkah aku berjalan, aku merasa seseorang tengah memperhatikan dan mengikutiku "Ah.. mungkin hanya perasaanku" aku mencoba menenangnkan diriku sendiri. Tak menunggu berapa lama aku telah sampai di kedai coffe, sembari menunggu cappuccino latte dibuat aku mencoba mencari sosok yang sedari tadi mengikutiku. Ternyata, seorang perempuan dengan pakaian yang super mini, potongan rambut pendek telah mengamatiku dengan mangacungkan tangan kirinya yang memegang batu.Â
Cepat-cepat aku mengambil cappuccino-ku, aku sengaja memutar jalan menuju rumah agar tidk bertemu perempuan tadi yang kuyakini adalah orang gila. Aku memang sangat takut dengan orang gila. Nasibku sungguh malang, orang gila itu malah mengejarku. Secepat kilat aku mencoba melarikan diri dan tanpa sengaja aku melihat tumpukan kardus yang mungkin tak terpakai lagi, aku aku putuskan untuk berlari dan bersembunyi di sekitar kardus. Mengingat tenggorokanku yang belum terjamah oleh air sedikitpun, aku langsung membuka coffe dan meminumnya dengan nafas tersenggal-senggal. Sedetik kemudian, tanpa kusadari orang gila tadi sudah berdiri di belakangku dan bersiap memukul kepalaku dengan batu yang dipegangnya. Aku memejamkan mata tak sanggup melihatnya dan tanpa kusadari seseorang telah menarik tangan mengajakku berlari. Tanpa menunggu aba-aba aku mengikuti semua perintahnya dan tetap terpejam.
 "Hai.. Kamu sudah aman ko.." ucap seseorang dengan melambaikan tangannya di depan wajahku, kubuka mata pelan-pelan. "Ya Tuhan.. apa aku mimpi atau mungkin sekarang aku berada di surga bersama pangeran yang telah Kau janjikan itu". "Hello.." sapa cowok yang berdiri di depanku sekali lagi. Aku mencubit kedua pipiku memastikan bahwa ini real, ini nyata. "Kamu nggak mimpi kok.. Kamu sudah aman dari oranggila tadi" dia membuyarkan lamunanku yang sukses membuatku kikuk. "Oh ehm..iya.." aku mulai terbata-bata. "Iya apa? Kenapa?" sahut cowok itu. " Itu.." jawabku. "Itu apa?" cowok itu masih tetap menungguku. "Te..rima..ka..sih ya, udah nolongin aku.." aku tersenyum sendiri mencoba merangkai kalimat itu wajahku terasa panas. Untuk kali pertamanya aku dapat berterima kasih kepada seseorang. Padahal itu sangatlah mudah tapi aku tidak bisa melawan egoku sendiri, "Ahh.. betapa sombongnya aku ini". Semenjak kejadian hari itu, aku sadar memang sebagai manusia kita akan selalu membutuhkan orang lain. Kita tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Terima kasih kepada seorang yang telah menolong hari itu, kamu telah merubah segalanya. Kalian tau? Sekarang aku telah menerima Lissa, bahkan Lissa telah menjadi sahabat terbaikku.
     Ayyuha Nur Naharinnisa
     Sos 6A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H