“Besok kamu mau ke mana, Yo?” tanya Fuad yang sedang berkunjung ke rumah kami.
“Ke Vihara . Besok adalah Hari Raya Waisak.”
“Oh iya, betul. Selamat Hari Raya Waisak ya, Yo,” kata Fuad sambil menjulurkan tangan mengajak salaman.
Saya menyambut tangannya tapi di luar dugaan Fuad menarik lalu mencium kedua pipi saya. Sebetulnya malu rasanya dicium seperti itu, soalnya kami belum berpacaran tapi saya tidak protes apa-apa. Dan Fuad juga terlihat biasa saja. Gayanya seakan itu adalah kegiatan yang sangat biasa terjadi di antara kami.
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya yakin bahwa Fuad suka sama saya dan tinggal nunggu waktu saja untuk menyatakannya.
Kami belum lama berkenalan tapi mungkin karena umur kami sebaya sehingga apapun yang kami bicarakan langsung nyambung. Ketika dua sungai kecil bertemu di satu titik, sungai itu menjadi membesar dan mengalir lebih deras dari sebelumnya. Begitulah percakapan kami yang terus mengalir tanpa berhenti.
Fuad adalah pembicara yang sangat menyenangkan. Secara keseluruhan, dia adalah pribadi yang sangat menarik. Orangnya lucu, kulitnya putih kebule-bulean, belakangan saya baru mengetahui bahwa ayahnya Fuad adalah orang Amerika dan ibunya orang Padang Rambutnya berwarna coklat muda, ikal gondrong dan diikat gaya ekor kuda. Hobinya musik terutama bermain piano dan biola. Dan agamanya Islam. Hmmm… Fuad Islam dan saya Budha.
“Sebetulnya Waisak itu hari raya apa sih, Yo?” tanya Fuad lagi.
“Waisak adalah hari suci buat Umat Budha. Di hari itu, kami memperingati 3 peristiwa penting sekaligus.”
“Peristiwa apa aja tuh, Yo?” tanya Fuad lagi.
“Pertama lahirnya Sang Budha. Kedua, mengenang saat Sang Budha mendapat pencerahan sempurna. Dan ketiga, wafatnya Sang Budha,” jawab saya.