Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Vs Jokowi

25 Oktober 2019   01:47 Diperbarui: 25 Oktober 2019   02:33 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang kesal kenapa Jokowi mengajak Prabowo bergabung dalam kabinet Indonesia Maju. Sebetulnya ini bisa dimengerti.

Kita cuma memandang dari satu sudut pandang emosinal saja sementara Jokowi harus melihat dari berbagai sudut dengan fokus bagaimana menjaga negara ini aman dan tenteram. Sekarang mari kita bahas dari dua sudut pandang keduanya, Jokowi dan Prabowo.

Jokowi merangkul Prabowo tentu saja punya alasan yang sangat kuat. Kelompok Islam Radikal jika bergabung dengan Prabowo sangat sulit untuk dikalahkan. Dengan strategi cantik, dia merangkul Prabowo sehingga kolaborasi mereka terbelah.

Dengan cerdas, Prabowo ditaruh sebagai Menhan sehingga mau tidak mau posisinya justru langsung berhadap-hadapan dengan kelompok Islam Radikal tersebut. Sebetulnya hal ini tidak perlu diherankan. Strategi ini pernah dilakukannya ketika dia merangkul Ma'ruf Amin sampai Kelompok 212 kocar-kacir.

Pertanyaannya adalah apakah Parabowo akan patuh ada Jokowi? Sulit dijawab, ya? Prabowo adalah seorang mantan Jenderal yang terlalu powerful untuk patuh pada orang lain. Apalagi pada Jokowi yang notabene adalah mantan anak buah yang dibesarkannya.

Jokowi bukannya tidak menyadari hal tersebut. Itu sebabnya dia berkali-kali mengeluarkan kalimat ancaman bahwa semua menteri harus bekerja serius. Kalo tidak perform akan dipecat di tengah jalan. Kedengerannya itu seperti peringatan pada semua menteri, padahal ancaman itu khusus dia tujukan pada Prabowo.

Sekarang kita lihat dari sudut pandang Prabowo. Mantan Danjen Kopassus ini sesungguhnya adalah seorang pancasilais sejati. Bergabungnya dia dengan kelompok radikal Islam semata-mata hanya menuruti syahwatnya untuk menduduki kekuasaan.

Setelah dua kali kalah dari Jokowi, akal sehatnya pun bekerja. Tawaran Jokowi untuk berkoalisi sangat menggiurkan daripada terus bergabung dengan pasukan khilafah yang tidak jelas itu. Dan beruntungnya lagi, tawaran Jokowi membuatnya punya bargaining power yang cukup kuat untuk meminta jatah menteri.

Usia Prabowo sudah 68 tahun dan belum sekali pun dia menduduki tempat dalam kabinet. Jabatan menteri dengan jatah APBN terbesar dari seluruh kementerian tentu saja terlalu indah untuk ditolak. Meskipun cuma sebagai menteri, ini adalah kesempatan emas untuk memperbaiki namanya yang kadung dihubung-hubungkan dengan kasus penculikan aktivis di masa lalu.

Keuntungan kedua adalah jika dia bisa membuat port folio yang baik dan tubuh masih sehat, di tahun 2024 nanti, dia bisa ikut bursa capres lagi. Saingan beratnya, Jokowi, sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mencalonkan diri. Jadi to be or not to be. Prabowo pun menerima tawaran Jokowi menjadi Menteri Pertahanan.

Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan oleh Prabowo sesuai dengan arah angin. Apakah dia akan melakukan kudeta di tengah jalan? Atau menunggu Jokowi selesai berkuasa dan bertarung lagi di pilpres tahun 2024. Semua kemungkinan bisa terjadi. Yang pasti, peluang Prabowo sangat besar jika port folionya bagus dan badannya masih sehat. Kita tinggal menunggu apa yang akan terjadi. Politik terlalu dinamis untuk diramalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun