Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kenapa SBY Begitu Ngotot AHY jadi Cawapres?

3 Agustus 2018   02:56 Diperbarui: 3 Agustus 2018   22:28 2062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: komikkita.com

Tulisan ini hanyalah analisa politik sehubungan dengan Pilpres 2019 yang masih setahun lagi. Perang antara kubu Jokowi versus kubu Prabowo semakin memanas. Kedua belah pihak saling menunggu move dari pihak lawan. 

Kubu Prabowo masih menantikan siapa cawapres Jokowi. Apabila Jokowi sudah menentukan calon wapresnya tentu lebih mudah bagi mereka untuk menyusun strategi yang akurat. Sebaliknya kubu Jokowi tentunya bukan orang bodoh. Mereka tidak merasa perlu buru-buru untuk menentukan pilihan. Keduanya sama-sama menunggu diselingi psywar di social media.

 Kubu Prabowo masih sibuk tawar-menawar untuk menentukan posisi cawapres. Mereka nampaknya semakin pusing kepala. Bagaimana tidak? Posisi cawapres diperebutkan oleh PKS dan Demokrat. Kedua partai ini sama-sama ngotot dan mengancam akan berpindah ke kubu petahana atau abstain dalam pilpres apabila posisi tersebut tidak diberikan kepada mereka. Prabowo CS semakin bingung. 

Mulailah mereka menghitung-hitung untung ruginya. Berbagai macam tokoh dicoba untuk dipadu-padankan. Apakah berpasangan dengan AHY, calon dari PKS, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, sampai Ustad Abdul Somad pun dipertimbangkan mengingat issue agama telah sukses merontokkan keperkasaan Ahok di pilkada DKI kemarin.

Yang ingin saya bahas secara spesifik adalah ngototnya SBY untuk menjadikan anaknya sebagai cawapres. Saya memperkirakan, tawaran SBY untuk menjadikan AHY sebagai cawapres telah ditolak oleh kubu Jokowi. 

Si Tukang Mebel sepertinya cuma menawarkan jabatan menteri pada bocah bau kencur itu. SBY langsung ngambek. Dia membuat pernyataan dengan mengatakan bahwa hubungannya yang belum membaik dengan Megawati adalah penyebab utama ditolaknya tawaran itu. Begitulah SBY, dia selalu berkata dengan kalimat bersayap. Strateginya tentu saja untuk memecah belah PDIP dengan partai-partai koalisinya.

Yang perlu diketahui, SBY adalah seorang strategic thinker. Dia telah mempersiapkan AHY cukup lama. Itu sebabnya dia meminta puteranya untuk keluar dari dinas ketentaraan. Banyak pihak yang tidak menyadari bahwa targetnya menjadikan AHY sebagai presiden bukanlah di tahun 2019. SBY melihat peluang bahwa di tahun 2024 nanti adalah saat yang paling tepat. 

Di tahun itu, rival untuk jadi presiden relatif lebih mudah dikalahkan. Jokowi sudah berkuasa 2 periode sehingga pasti tidak bisa ikutan lagi. Prabowo kemungkinan memilih pensiun setelah frustrasi menerima kekalahan terus menerus. SBY semakin optimis apalagi banyak orang mengharapkan agar negara ini dipimpin oleh generasi yang lebih muda, AHY adalah orang yang masih muda, good looking dan pintar. Sebagai seorang ayah tentunya SBY merasa figur anaknya adalah yang paling cocok.

Masalahnya adalah Apakah AHY cukup mempunyai daya jual tinggi untuk meningkatkan elektabilitas calon presiden pasangannya? Tentu tidak! SBY sangat mengerti anaknya belum punya pengalaman yang mumpuni di dunia politik.

Jadi yang dijual adalah dukungan Partai Demokrat dan dirinya sendiri. Untuk mewujudkan keinginannya itu tentu dia menawarkan diri untuk menjadi juru kampanye di pilpres nanti.

Karena ditolak oleh Jokowi, dia pun berkongkalikong dengan kubu lawannya. SBY tau Prabowo tidak akan menang di pilpres nanti. Namun dia tetap bersekutu dengan Prabowo, orang yang tidak disukainya sejak jaman muda dulu. Kenapa demikian? Dengan menjadi cawapres tahun 2019, nama AHY akan terangkat popularitasnya. Meskipun pasti kalah, SBY berpikir hal itu masih lebih baik daripada jadi menteri seperti yang ditawarkan Jokowi. Menjadi menteri masih terlalu jauh untuk menggaet kursi kepresidenan. SBY berpendapat, menjadi cawapres, meskipun kalah, merupakan batu loncatan yang lebih tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun