“Oh, begitu. Kenapa kamu nggak pergi ke klenteng? Klenteng itu juga untuk Umat Budha, kan?”
“Iya betul.”
“Lalu apa bedanya klenteng dan vihara?” Dari nada suaranya, Fuad terdengar serius.
“Vihara adalah tempat peribadatan Umat Budha yang arsitekturnya bergaya India. Kalau masuk ke dalam vihara, kamu hanya akan menemukan patung Sang Budha. Kalaupun ada patung lain, itu biasanya patung dua muridnya yang mengapit di kiri dan kanannya.”
“Kalau klenteng?”
“Klenteng mempunyai arsitektur Tiongkok dan biasanya dicat warna-warni dengan dominasi warna merah yang mencolok. Klenteng tidak hanya menjadi tempat peribadatan tapi juga tempat orang-orang Cina menjaga dan memelihara budayanya.”
“Oh, begitu. Tapi tempat peribadatannya sama?”
“Beda sedikit.”
“Apa bedanya?”
“Di dalam klenteng, kamu akan menemukan beberapa patung. Ada patung Budha, Kong Hu Chu, Kwan Im, patung Lao Tse dari aliran Taois dan masih banyak lagi. Jadi Klenteng dibangun untuk Kaum Cina Perantauan supaya semua aliran agama Budha bisa beribadat di sana.”
“Oh, I see,” kata Fuad mengangguk-angguk lalu bertanya lagi, “ Kata ‘Sang Budha” itu sendiri artinya Tuhan, ya?”