Kepalanya yang menempel di buah dada saya terasa sedang mengangguk mengiakan.
"Dan saya akan kecewa sekali kalau kuliah kamu nggak selesai. Jangan membuat kepergian saya sia-sia. Janji?"
Terasa kepalanya mengangguk lagi di balik sedu-sedannya.
Minggu depannya, sepulang kuliah, Ernest hanya menemukan appartment kosong. Saya pergi diam-diam tanpa meninggalkan surat atau pesan apapun. Saya tau dia sedih. Saya tau dia sangat kebingungan. Saya tau dia belum kuat untuk mendapatkan cobaan sebesar ini. Tapi seiring dengan waktu saya yakin pelan-pelan dia akan melupakan saya.
Dalam situasi seperti ini, orang lain tentu banyak yang menyalahkan Ernest sebagai orang yang tidak bertanggungjawab. Pasti ada yang bilang bahwa dia cowo pengecut yang mau enaknya sendiri.
Orang lain boleh berpendapat apa saja yang jelek-jelek tentang Ernest. Tapi saya tidak!
Memang saya hamil, tapi apakah itu kesalahan Ernest semata? Bukan! Itu adalah kesalahan saya juga. Bukankah saya juga mau melakukannya. Ketika kami melakukannya bersama, maka tidak ada yang berperan sebagai pemangsa, dan tidak ada yang berfungsi sebagai korban. Apalagi tidak pernah ada komitmen bahwa kalau hamil dia harus menikahi saya? Pernikahan tidak akan berhasil apabila dilakukan atas keterpaksaan.
Buat saya persoalan ini cuma masalah pilihan. Ernest memilih aborsi sebagai penyelesaian masalah. Sedangkan saya memilih untuk melahirkan dan memelihara jabang bayi ini. Pilihan saya berbeda dengan pilihan Ernest, karena itu tidak adil kalau saya memaksa dia untuk bersama menjalani pilihan saya tersebut. Saya mencintai Ernest dan saya ingin dia berbahagia.
Karena itulah saya memutuskan untuk menghadapi masalah ini sendiri. Saya paling tidak suka mengetahui ada orang menderita dan ternyata saya adalah bagian dari penyebab penderitaannya itu. Ada pepatah Cina yang mengatakan 'Kalau kamu tidak bisa membahagiakan orang lain, minimal jangan pernah menyusahkan orang lain.'
Hidup adalah tentang membahagiakan orang lain. Saya bersyukur ternyata Tuhan mendengar doa saya. Akhirnya saya mendapat tempat tujuan yaitu Long Island. Seorang teman SMP saya, Cindy, yang menikah dengan penduduk setempat bersedia menampung saya di rumahnya. Dia bersama suaminya tinggal dan menjalankan usaha Travel di sana.
Long Island adalah sebuah pulau di negara bagian New York. Luasnya 3567 km² dengan panjang sekitar 190 kilometer dan lebar sekitar 27 kilometer. Populasi penduduknya kira-kira 7,536 juta jiwa. Pulau ini merupakan pulau terpadat di Amerika Serikat. Secara administratif pulau ini dibagi menjadi empat county. County itu mungkin artinya hampir sama dengan kabupaten kalau dalam bahasa Indonesianya.