Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia dengan tegas menyambut baik hasil terbaru dari litigasi besar di Kanada yang melibatkan perusahaan-perusahaan tembakau internasional. Pengadilan Kanada telah mewajibkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar US$23,55 miliar (setara Rp364,78 triliun), yang merupakan kemenangan signifikan dalam upaya melawan dampak merusak tembakau terhadap kesehatan masyarakat.
Yosua Manalu, Ketua Divisi Bantuan Hukum dan Litigasi dari FAKTA Indonesia, menyatakan bahwa perkembangan ini menjadi bukti nyata tanggung jawab industri tembakau global, termasuk di Indonesia. "Kasus ini adalah pengingat kuat bahwa industri tembakau harus bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka sebabkan pada kesehatan dan lingkungan. Ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperketat regulasi dan melindungi warganya dari bahaya tembakau," tegasnya.
Litigasi yang berlangsung sejak 1998 di Kanada melibatkan perusahaan besar seperti Philip Morris International, British American Tobacco, dan Japan Tobacco. Gugatan class action ini mewakili lebih dari satu juta perokok yang mengalami dampak kesehatan serius akibat konsumsi rokok dan manipulasi informasi terkait bahaya produk tembakau. Kemenangan ini menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut harus bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan oleh produk mereka.
Di Indonesia, situasinya juga semakin mengkhawatirkan. Prevalensi merokok di kalangan anak-anak dan remaja terus meningkat, dengan lebih dari 90% perokok memulai kebiasaan merokok sebelum usia 18 tahun. "Prevalensi merokok di Indonesia adalah krisis yang memerlukan perhatian segera. Jika tidak ada tindakan, Indonesia akan menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi yang lebih besar," ujar Yosua. Selain dampak kesehatan, kerugian ekonomi akibat konsumsi rokok di Indonesia sangat besar, dengan biaya pengobatan penyakit terkait rokok yang jauh melebihi penerimaan negara dari cukai rokok.
Dampak merusak industri tembakau tidak hanya terbatas pada kesehatan dan ekonomi, tetapi juga lingkungan. Limbah puntung rokok yang berserakan menjadi salah satu polutan terbesar yang sulit diatasi. FAKTA Indonesia menekankan bahwa perusahaan tembakau harus bertanggung jawab atas semua dampak negatif ini, sebagaimana terlihat dari litigasi di Kanada.
Yosua menekankan pentingnya Indonesia belajar dari kasus di Kanada dan segera memperketat regulasi tembakau, termasuk rokok elektronik. "Perusahaan seperti Philip Morris dan British American Tobacco tidak bisa terus menghindari tanggung jawab mereka. Langkah serupa perlu diambil di Indonesia, termasuk dengan memperketat regulasi rokok elektronik yang semakin populer namun tetap berbahaya," lanjutnya.
Dalam konteks ini, FAKTA Indonesia menyerukan perlunya tindakan tegas dari pemerintah, termasuk kenaikan cukai rokok, perluasan kawasan tanpa rokok, serta regulasi yang lebih ketat terhadap produk rokok elektronik. Jika tidak, dampak buruk yang dialami masyarakat akan semakin meningkat, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Yosua menambahkan bahwa litigasi besar di Kanada adalah bukti bahwa regulasi ketat dan litigasi dapat membawa perubahan nyata. "Pemerintah Indonesia harus segera bertindak untuk melindungi kesehatan masyarakat, mengurangi beban ekonomi, dan menjaga lingkungan dari ancaman yang ditimbulkan oleh industri tembakau. Ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk bertindak lebih tegas sebelum dampak yang ditimbulkan semakin tidak terkendali."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H