Mohon tunggu...
Yosua T. Wiharjo
Yosua T. Wiharjo Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar dan terus belajar

Penikmat seni dan kuliner yang menggunakan kompasiana sebagai tempat mencurahkan ide dan gagasan yang diharapkan memberi inspirasi dan insight kepada yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mencari Bahagia

27 Januari 2024   15:36 Diperbarui: 27 Januari 2024   15:44 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ada satu kebutuhan pokok yang terus dicari dan dikejar oleh manusia. Kebutuhan itu bernama bahagia. Siapa yang gak ingin bahagia dalam hidupnya? Setiap orang memiliki definisi yang berbeda tentang bahagia. Orangtua  merasa bahagia ketika anak-anak memperhatikan mereka. Suami atau istri merasa bahagia ketika pasangan mereka mengasihi mereka dengan tulus. Anak - anak merasa bahagia ketika mendapatkan mainan kesukaan mereka.

Beberapa bulan lalu ada seorang jemaat dipanggil pulang kerumah Bapa, menurut ukuran orang Tionghoa  ia disebut  berbahagia, hokki, beruntung karena mempunyai 4 orang anak laki-laki yang terbilang cukup sukses. Tetapi sayang hidupnya kurang diperhatikan. Kemudian ada seorang sanak keluarga berujar,  "sayang sekali ia tidak punya anak perempuan. Biasanya anak perempuan lebih peduli dengan orangtua dan merawat orangtua". Kontradiksi bukan? Punya anak laki-laki berbahagia tetapi lebih berbahagia lagi kalau punya anak perempuan. Konsep bahagia tolak ukur nya adalah mendapatkan sesuatu.

Dalam perjalanan mencari arti kebahagiaan hidup, saya menemukan bahwa bahagia  bukan hanya sekedar mendapatkan apa yang kita harapkan. Bahagia itu sederhana, ubahlah  cara berpikir dan cara kita menyikapi segala sesuatu dalam hidup kita. Bahwa ukuran bahagia bukan semata-mata mendapatkan sesuatu tetapi  kebahagiaan terjadi ketika kita dapat menerima dan bersyukur atas semua keadaan dalam hidup kita.

Mengapa orang menjadi tidak bahagia bahkan menjadi sangat tidak bahagia dalam hidupnya? Karena kekuatiran menempati porsi terbesar dalam aspek hidupnya. Siapa yang gak pernah khawatir? Kita semua menghadapinya bukan? Sangat manusiawi, menandakan dan memperlihatkan betapa lemahnya dan tidak berdayanya kita. Tetapi jika  kekhawatiran itu mengambil porsi besar dalam hati dan hidup kita, hati-hati jiwa kita akan terguncang. 

Kita diingatkan  untuk menyerahkan segala kekuatiran kita pada Tuhan sebab Ia yang memelihara kita. Sebab kekuatiran tidak mengubah apapun dalam hidup, sebaliknya kekuatiran membuat kita menjadi tidak produktif, mengambil sukacita dalam kehidupan kita.

Lalu  mengapa jawabannya adalah menyerahkan kepada Tuhan? Sebab Tuhan telah menciptakan dunia dan segala isinya, tatanan di dalamnya diatur dengan sempurna, sehingga dapat dipahami oleh manusia sebagai makhluk rasional. Manusia harus memahami bahwa ada hal-hal lain yang lebih penting daripada makanan-minuman, pakaian dan segala kebutuhan primer atau pun sekunder. 

Manusia makan supaya bertahan hidup. Bukan hidup untuk makan. Jadi, kehidupan lebih penting daripada makanan. Manusia berpakaian untuk menutupi tubuhnya. Bukan tubuh untuk pakaian. Jadi, tubuh lebih penting daripada pakaian. Sarana tidak pernah menjadi lebih penting daripada tujuan.

 Jika hidup dan tubuh kita saja yang lebih penting dan berada di luar kendali kita telah dipercayakan Allah kepada kita, masakan Allah tidak mampu menyediakan apa yang dibutuhkan oleh hidup dan tubuh kita? Kita tidak berkuasa atas detak jantung, aliran darah, atau proses biologis lain dalam tubuh kita, namun kita tidak pernah menguatirkan hal-hal tersebut. Lalu, untuk apa kita menguatirkan hal-hal lain yang jauh lebih sederhana dan sepele ? Serahkanlah kekuatiran kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun