Mohon tunggu...
Yossy Suparyo
Yossy Suparyo Mohon Tunggu... -

Tinggal di Desa Wiradadi, Sokaraja, Banyumas. Alumnus Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Yogyakarta dan Ilmu Informasi Universitas Islam Negeri Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Desa Membangun Indonesia

16 Desember 2015   12:08 Diperbarui: 16 Desember 2015   14:46 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genap di usianya yang ke empat, Gerakan Desa Membangun (GDM) telah berhasil mengusung gagasan Desa Membangun menjadi kebijakan nasional. Sejak disahkannya, UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, gagasan Desa Membangun menjadi semangat dan pendekatan baru dalam mendorong perubahan di tingkat desa. Pendekatan Desa Membangun menjadi strategi resmi pemerintah Jokowi-JK untuk meningkatkan inisiatif dan prakarsa desa dalam mengatur dirinya sendiri.

Apa itu Desa Membangun? Istilah Desa Membangun lahir di pertemuan desa di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas pada 24 Desember 2011. Pertemuan itu dihadiri oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dari Kabupaten Banyumas, Tasikmalaya, dan Cilacap. Selama dua hari, mereka melakukan belajar bersama tata kelola desa. Gedhe Foundation didaulat menjadi fasilitator acara tersebut.

Kata Desa Membangun sendiri diusulkan oleh Joko Waluyo, seorang pegiat perdesaan yang tinggal di Pontianak melalui sosial media. Baginya, kata Desa Membangun menegaskan bahwa desa adalah subjek perubahan dan pembangunan desa. Istilah sebaliknya, Membangun Desa, acapkali dimaknai desa sekadar objek perubahan dan pembangunan. Peserta pertemuan menyepakati untuk melahirkan semangat kolektif untuk mengambil inisiatif dalam perencanaan pembangunan, tata kelola sumberdaya desa, pelaksanaan pembangunan, tak terkecuali pengawasan pembangunan. Akhirnya, lahirlah Gerakan Desa Membangun disingkat GDM.

Selanjutnya, GDM melakukan serangkaian lokakarya-lokakarya secara berpindah-pindah dari satu desa ke desa lainnya. Lokakarya ini menjadi ruang bagii para pemerintah desa untuk meningkatkan kapasitas diri, berbagi pengalaman, dan membangun solidaritas bersama pada isu-isu yang terkait. Keunikan GDM terletak pada strategi dan cara mereka dalam mengorganisasi diri dan berinteraksi. Mereka memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara tepat guna dan sasaran.

Setiap anggota GDM diwajibkan untuk memiliki media sendiri, khususnya website desa. Pada 2013, GDM berhasil mendorong PANDI untuk melahirkan domain khusus untuk desa, yaitu DESA.ID. Melalui, website desa mereka saling berbagi gagasan, informasi, inspirasi, pengalaman, dan dukungan. Para anggota Pansus RUU Desa terkesima dengan kinerja GDM sehingga sejumlah praktik baik dari organisasi ini diserap dalam draft RUU Desa yang selanjutnya disahkan menjadi UU Desa.

Ada empat kegiatan pokok yang diusung oleh GDM, yaitu (1) tatakelola Desa yang baik, bersih, akuntabel dan transparan; (2) pelayanan publik prima di desa, secara efektif dan efisien; (3) pemanfaatan teknologi tepat guna dan terbuka (opensource); dan (4) pengelolaan sumber daya desa berkelanjutan berbasis kearifan kolektif masyarakat. Empat kegiatan tersebut menjadi kerja utama GDM dalam mendorong terciptanya desa yang mandiri dan berdaulat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun