Hari ini tanggal 26 Desember, alhamdulillah aku mendapat kesempatan untuk mudik dari Jakarta menuju kampung halamanku di Semarang. Sepuluh tahun sudah aku mengadu nasib di Jakarta untuk meningkatkan kualitas diri. Aku meninggalkan mbok Uli, Ony, dan kerabat-kerabatku disana. Aku naik kereta yang akan berangkat pagi dan sampai siang hari.
Sebelum keberangkatan, aku nyaris saja terlambat masuk kereta karena ketiduran. Rasa rindu ini ingin kulepaskan, namun tetap membuat aku membayangkan apa reaksi keluarga dan kerabatku di Semarang. Selama di kereta, aku di telepon oleh salah satu kerabatku Dono, ia bertanya padaku naik kereta apa aku dari Jakarta menuju Semarang.
Aku bilang saja aku naik kereta tawang jaya. Dono mengingatkan aku agar tetap berdoa selama di perjalanan. Ia berharap agar aku dapat pulang dengan selamat.
Selama di perjalanan, aku mengenang masa kecilku dulu waktu sering naik kereta api dengan om Isvan. Sedari kecil aku tak pernah tahu siapa dan kemana orangtuaku. Om Isvan adalah yang berjasa membesarkanku sampai maut menjemputnya.
Aku berpindah tempat duduk untuk melihat pemandangan secara dekat. Aku memperhatikan sosok anak laki-laki duduk disamping neneknya sambil memeluk foto orangtuanya. Kupikir anak itu mungkin kehilangan orangtuanya dan dibesarkan oleh neneknya.
Kereta api yang aku tumpangi melewati jembatan yang curam. Aku mendadak merinding, dan anak laki-laki itu menangis histeris., sang nenek segera menenangkannya. Aku heran dengan apa yang aku rasakan ini.
Aku mendengar pembicaraan anak itu dengan neneknya, sang nenek berkata," kamu tidak perlu takut nak, kereta api ini aman kok,". Karena aku sudah penasaran, aku bertanya pada nenek itu soal kereta api ini.
"Dahulu ada sebuah kecelakaan kereta api besar dek, dan kejadiannya di jembatan yang tadi kita lewati, banyak korban berjatuhan, termasuk orangtua anak ini, dia malah menjadi satu-satunya korban selamat, namun dia masih trauma dek," kata nenek itu.
Rasanya ingin aku coba menghibur anak ini, namun aku tak ingin membuat traumanya semakin menjadi-jadi. Yang benarnya aku prihatin dengan kecelakaan kereta api yang merenggut nyawa orangtuanya.
Alhamdulillah kereta api tawang jaya yang aku tumpangi sampai di Semarang tepat waktu. Tidak sabar lagi aku untuk menemui keluarga dan kerabatku. Mereka pasti sangat senang menyambut kembalinya aku setelah sepuluh tahun.
Ternyata Dono sudah menungguku di stasiun, sengaja ia tidak memberitahuku karena ingin memberi kejutan. Dono membawa mobil yang baru dibeli dari mendiang pamannya untuk menjemputku. Aku akan berada di Semarang selama dua bulan. Sepuluh tahun adalah waktu yang tak sebentar untuk meninggalkan kampung halaman.