Mohon tunggu...
yossy june
yossy june Mohon Tunggu... -

Eat, love and pray

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketentuan "Save Deposit" bagi Aksi Demo di Jakarta

23 Agustus 2014   23:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:44 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (KOMPAS.COM / SAKTI PUJO ASMORO)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (KOMPAS.COM / SAKTI PUJO ASMORO)"][/caption] Sebagai ibukota negara Jakarta kerap menjadi destinasi para pendemo dari pelbagai penjuru daerah. Bundaran Hotel Indonesia dan area Monumen Nasional (Monas) menjadi destinasi utama para pendemo karena sangat "seksi". Di area ini terletak gedung perkantoran swasta dan pemerintahan dan terdapat juga fasilitas taman dan air mancur yang cantik dan sedap dipandang. Di area ini juga arus kendaraan sangat padat apalagi pada saat jam masuk dan pulang kantor. Setiap kali ada demo kita merasakan kemacetan Jakarta semakin menggila. Apalagi kalau itu dilakukan di area bisnis seperti Sudirman-Senayan-Thamrin-Medan Merdeka-Kuningan. Sebaliknya bagi pendemo hal ini sangat baik karena dengan demikian apa yang menjadi curhatan isi mereka dapat langsung dilihat oleh masyarakat umum yang kebetulan ada di area tersebut. Kadang kala demo hanya dilakukan beberapa puluh orang tapi karena berjalan dengan tidak tertib bahkan menyebabkan kemacetan parah. Kita sangat mendukung bentuk kebebasan ekspresi yang disampaikan oleh pendemo. Dalam beberapa aksi demo mungkin kita juga mendukung aksi mereka. Akan tetapi ada beberapa masalah yang merupakan ekses negatif yang ditimbulkan oleh beberapa aksi demo tersebut. Masih segar dalam ingatan kita adalah ekses dari demo pendukung Prabowo di Patung Kuda yang berakhir ricuh beberapa saat yang lalu. Kita melihat bagaimana kolam air mancur di depan Indosat yang berubah menjadi bak sampah paska rusuh pendukung Prabowo. Pot bunga hancur, rumput segar hancur terinjak-injak, bahkan kolam dipenuhi sampah kantong kresek dan beberapa pendemo juga ada yang nyemplung ke dalam kolam. Pemprov DKI memperkirakan kerusakan menimbulkan kerugian sebesar Rp 200,000,000. Sebuah angka yang sangat besar yang ditimbulkan oleh sebuah demo. Untuk itu kita sebagai pembayar pajak juga merasakan kerugian pula. Karena fasilitas umum Kota DKI dibangun dari pajak daerah yang dipungut dari warga DKI. Pertanyaannya sekarang adalah apakah pendemo itu semua orang Jakarta? Kebanyakan mereka juga datang dari luar Jakarta. Bahkan mobil unigmo yang digunakan untuk menggilas kawat duri di depan Indosat kemarin berplat mobil D dan Z. Sebagai warga Jakarta kita sangat merasakan ketidakadilan ini. Kita membangun Jakarta dengan pajak daerah sementara orang dari luar Jakarta yang pajaknya tidak masuk ke kas pemda dengan seenaknya menghancurkan fasilitas umum yang ada di Jakarta. Demo sudah selesai. Pendemo sudah pulang ke daerah masing-masing sebagian ada yang ditangkap. Lalu siapa yang harus merenovasi taman yang hilang? Untuk itulah, menurut saya, untuk mengantisipasi dampak demo yang masif ini,  sangatlah masuk akal kalau Pemprov DKI menerapkan dengan tegas standar ketentuan "Save Deposit" bagi mereka yang akan melakukan demo di jalan-jalan Jakarta. Save deposit adalah sejumlah uang yang harus disetorkan ke kas Pemprov DKI sebelum pendemo menjalankan aksinya. Polda Metro Jaya sebagai otoritas pemberi ijin demo harus melakukan kerja sama dengan Pemprov DKI. Tanpa save deposit pendemo tidak akan mendapatkan ijin untuk jalan di jalan-jalan jakarta. Besaran save deposit sangat tergantung pada destinasi para pendemo. Untuk area Sudirman-Thamrin-Medan Merdeka-Kuningan, misalkan, dikenakan save deposit sebesar Rp 100,000,000. Hal ini mengingat banyaknya fasilitas umum dan taman. Untuk daerah Senayan, Blok M dan lain-lain yang juga sering menjadi destinasi para pendemo akan dikenakan jumlah save deposit yang berbeda. Save deposit ini akan dikembalikan kepada pihak penyelenggara demo setelah Pemprov DKI menyatakan bahwa aksi demo "clear" tidak ada kerusakan atau kerugian. Kalau ternyata ada kerusakan maka Pemprov akan mempergunakan save deposit tersebut untuk meng-cover kerugian sebagai akibat kerusakan fasilitas umum di jalan-jalan Jakarta. Inilah tujuan dari penerapan ketentuan Save Deposit: penghematan kas daerah Pemprov DKI. Setiap kali ada demo yang berbuntut anarkis dan merusak fasilitas umum pemprov DKI tidak akan mengeluarkan dana ekstra untuk memperbaiki kerusakan yang dilakukan oleh begundal-begundal yang celakanya justru tidak pernah membayar pajak. Karena kebanyakan peserta demo adalah pemulung, pengangguran, ibu-ibu yang dibayar oleh event organizer demo. Kedua, dengan menerapkan prinsip save deposit ini masyarakat umum didik untuk memahami bahwa peraturan itu ada dan untuk ditaati. Bukan sebaliknya aturan ada untuk dilanggar. Dan hal ini berlaku juga untuk pendemo agar dapat menyampaikan aspirasi bukan hanya dengan damai dan tertib yang terlebih penting adalah tidak nyampah seenak jidat. Ingat Jakarta bukanlah bak sampah. Ketiga, dengan adanya aturan ini bisnis event organizer demo abal-abal yang menerima order dari politisi untuk membentuk opini publik dapat diredam. Karena anggaran untuk demo akan bertambah dan mereka akan berpikir dua kali sebelum demo. Anda ingin membentuk opini publik di Jakarta? Harganya mahal, bro! Kurang lebih begitulah prinsipnya. Pemprov DKI harus menaikkan "nilai komersialisasi" Kota kalau berurusan dengan politisi. Selama ini mereka mendapatkan nilai lebih yang banyak dengan menggunakan jalan-jalan di Jakarta secara gratis. Keempat, sejalan dengan prinsip penerapan ERP di jalan-jalan Jakarta maka setiap pendemo yang berjalan di Jakarta juga sepantasnya dikenakan save deposit apalagi bila mengingat dampak kemacetan yang menggila dari aksi demo tersebut. Tidak ada yang gratis di Jakarta! Tarif Kencing saja Rp 2000,- Itu pun WC umumnya bau pesing. Semoga dengan demikian demo yang akan dilakukan di jalan-jalan Jakarta nantinya dapat semakin kondusif bagi keselamatan fasilitas publik kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun