Malam itu, Ayah, Bimo, Syifa sudah siap pergi ke masjid untuk shalat isya’ dilanjutkan dengan shalat tarawih.
“Ma, kami berangkat duluan ke masjid ya, Mama nanti menyusul saja,” ucap Ayah kepada Ranti, istrinya.
“Ya Yah, tanggung nih, Mama beres-beres piring dan gelas dulu sebentar, nanti nyusul secepatnya,” jawab Ranti. Tangannya terus bergerak membawa setumpuk piring dan gelas bekas buka puasa tadi menuju ke tempat cuci piring. Karena buru-buru, ia tak sengaja telah menjatuhkan satu buah gelas.
Praanng ......!! Suara gelas pecah mengagetkan Ranti.
“Innalillahi wa innailaihi rojiun, aduuuhh ...!! Ya Allah ... “ tiba-tiba Ranti menjerit. Jari kakinya tak sengaja menginjak pecahan gelas yang tergeletak di depannya.
“Astaghfirullahaladzim, “ Ranti menjerit kesakitan. Darah segera mengucur dari sela-sela jari kakinya. Sebuah luka robekan kecil namun cukup membuatnya kesakitan. Ranti segera meletakkan tumpukan gelas dan piring yang dibawanya ke meja dapur, dan mengambil beberapa lembar tissue untuk menyeka lukanya. Seketika tissue berwarna merah karena darah. Ia ingat, sebentar lagi adzan Isya akan berkumandang.
“Apa sebaiknya aku tidak usah ke masjid saja ya?” ia bertanya dalam hati pada dirinya sendiri. Perasaan ragu-ragu segera menyergapnya.
Diantara perkara yang berat dan tidak mampu dipikul seorang hamba ialah apabila rasa ragu yang muncul dari orang yang mengalami penyakit ragu itu diperdulikan. Sehingga hal itu ditiadakan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dalam ayat yang lain Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ