Saya ingat sekali bagaimana Ayah dulu pernah berpesan. Satu hari menjelang keberangkatan saya ke Bandung untuk menempuh pendidikan s1, hampir 7 tahun yang lalu.
“Ingat selalu ya Dek, setiap akan melangkah keluar rumah, niatkan dalam hati. Semoga langkah hari ini diridhai Tuhan. Dan semoga ilmu yang didapat akan menjadi pembelajaran yang bermanfaat buat kamu, bangsa, agama juga dunia.”
Saat itu saya hanya mengangguk pertanda iya, tanpa benar-benar memahami apa maksud Ayah sebenarnya. Maklum, hasrat remaja yang baru lulus SMA. Berkuliah di pulau seberang, belajar hidup mandiri tanpa ada yang cerewet jika pulang kemalaman merupakan petualangan yang sudah tidak sabar saya rasakan.
.
Saya sungguh beruntung memiliki kedua orang tua seperti mereka yang tidak pernah memaksa saya untuk masuk jurusan dan universitas tertentu. Seingat saya, Ayah dan Ibu tidak pernah menanyakan apakah saya kesulitan mengerjakan pr matematika atau fisika. Mungkin karena Ayah yang ‘hanya’ lulusan STM dan Ibu yang ‘cuma’ lulusan SD. Mereka pun tidak pernah cerewet menanyakan bagaimana nilai-nilai saya. Mereka hanya tersenyum bangga saat rapor dibagikan, karena hampir dipastikan saya selalu menjadi juara kelas bahkan satu sekolah, setidaknya sampai saya SMP, karena di jaman SMA ada begitu banyak orang yang lebih pintar di luaran sana.
Itu pelajaran berharga yang saya dapatkan.
Di atas langit, masih ada langit. Jangan lekas berpuas diri.
.
Semenjak memutuskan untuk kuliah jauh dari rumah, saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk mandiri. bukan dalam artian tidak akan meminta uang saku dari Ayah sama sekali, tetapi saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak meminta uang tambahan. Mau kerenya kayak apa di akhir bulan, saya tidak akan merengek untuk meminta uang jajan tambahan. Dan alhamdulillah, seingat saya, tidak pernah sekalipun saya merengek meminta uang jajan tambahan selama saya kuliah 4.5 tahun di Bandung. Jika Ayah berinisiatif untuk menambahkan uang jajan tanpa saya minta, itu tidak termasuk hitungan. =)
Dan pesan itu terus diulang-ulang oleh ayah, hingga saat ini saya masih (saja) di bangku kuliah, menempuh pendidikan master di Taiwan. Percakapan terakhir dengan Ayah terjadi 2 hari yang lalu. Seperti biasa hal pertama yang beliau tanyakan adalah kabar dan kemudian,
” Gimana, uangnya masih cukup?”
Mungkin dulu, pertanyaan itu cukup saya tunggu, dimana biasanya saya hanya akan menjawab,
“Tenang Yah, masih cukup ko. Tapi kalau mau ngirim, ya ga akan ditolak.”