Menyikapi UJian Nasional
By: Yossi Srianita
“Aduh….gimana sih, begitu aja nggak bisa”!. Kan sudah mama kasih tahu caranya…ayo coba, itu kan gampang, soalnya. “Satu hari lagi kamu akan ujian Nasional…bla…bla…bla…”!.
“Anak-anak, dipercepat mengerjakan soal-soalnya, waktu sudah habis”, kita akan lanjutkan dengan soal-soal untuk mata pelajaran matematika”, guru berkata dengan serius di depan kelas.
Dalam sebuah kisah nyata yang saya sadur dari pengalaman seorang teman, bahkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pun tidak terlepas dari tuntutan ujian Nasional. Dengan segala kelebihan dan kekurangan seorang anak, dia harus menghadapi kenyataan ini. Suatu ketika anak ini mengikuti ujian di sebuah sekolah berupa ujian semester, saat itu mengucur keringat dingin yang luar biasa banyaknya, sampai ia harus menggunakan handuk kecil untuk mengeringkan keringatnya itu ketika menghadapi ujian. Dengan gelisah dia berusaha sekuat tenaga untuk menjawab soal-soal ujian. Kisah ini berujung di rumah sakit, karena dia harus mendapatkan perawatan opname akibat stress. Lalu kenyataan ini digambarkan kepada rekan kami tenaga kependidikan sebagai salah satu penyusun kebijakan ujian Nasioanal, bermaksud untuk menggambarkan bahwa Anak seperti ini perlu dipertimbangkan untuk mengikuti ujian Nasional. Tetap saja ini menjadi suatu keharusan, sehingga yang dilakukan adalah menyesuaikan soal-soal dan beban soal, yang dianggap cocok untuk anak seperti ini. Begitulah kenyataan ril dari sebuah ujian Nasional.
Fenomena inilah yang banyak terjadi di ambang pintu ujian, baik ulangan, ujian semester, apalagi ujian Nasional. Hampir setiap orangtua mengalami kekhwatiran yang mendalam saat anak-anak mereka akan menghadapi ujian di sekolah. Terkadang, kekhawatiran itu membuat para orangtua khususnya para ibu yang menjadi tumpuan pengasuhan di rumah menjadi uring-uringan, bahkan stress memikirkan apakah anaknya lulus atau tidak. Ini juga disebabkan ibu merasa perlu berupaya melakukan yang terbaik untuk anaknya, sementara seorang ayah harus memenuhi kebutuhan materi untuk keluarga. Sehingga sang ayah sudah menyerahkan semua tanggungjawab pendidikan kepada para ibu, tidak lagi sempat mencurahkan perhatian saat anak-anak belajar di rumah, apalagi menemani anak-anak mereka untuk sekedar memberikan dukungan. Ini dikerenakan sang ayah merasa telah menjalankan tanggungjawab secara financial untuk membiayai sekolah anak-anak. Terkadang pasangan orangtua ini lupa bahwa pendidikan membutuhkan tanggungjawab satu kampung untuk membereskannya. Artinya tidak hanya menjadi tanggungjawab Ibu, atau guru disekolah. Tapi lebih jauh lingkungan sangat berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Begitu juga satu kampung yang dibangun dalam pendidikan formal yaitu sekolah sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan Nasional.
Bila kita bicara pendidikan sudah pasti akan membahas secara holistic, mulai dari komponen anak itu sendiri, dengan segala potensi yang dimilikinya, bersumber dari genetic dan factor stimulus lingkungan, sampai kepada kurikulum yang dirancang oleh pemerintah untuk pengembangan pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Nasioanal menjadikan manusia seutuhnya “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab”.
Fenomena lain yang kita hadapi pada kurikulum , coba kita perhatikan lagi sudahkah kita menyusun kurikulum berdasarkan DAP (Development Appropriate Practic) berdasarkan praktek yang tepat sesuai dengan usia dan perkembangan anak-anak kita. Kita tahu, semua pihak telah berupaya dalam penyusunan kurikulum ini. Penting bagi kita mempelajari lagi apakah kurikulum yang dirancang memudahkan anak-anak belajar sesuatu. Contoh saja dalam mata pelajaran Matematika untuk kelas I Sekolah Dasar yang merupakan kelas awal, ada bagian materi penjumlahan dan pengurangan yang dilakukan dengan cara bersusun panjang, disini sudah bicara konsep puluhan. Apakah kita sudah pastikan anak-anak kelas awal telah menguasai konsep bilangan satuan?. Tentunya ini perlu diperhatikan, bagaimana mungkin disuatu hari anak akan menjawab soal ujian jika konsep satuan saja mereka belum paham, ditambahkan beban konsep puluhan dan dalam penjumlahan dengan system susun panjang ini, tentu anak akan mengurai mana puluhan dan mana satuan. Luar biasa, sudut pandang orang dewasa akan berbeda dengan anak dalam memahami soal ini. Jika sebuah konsep dasar dipahami dengan matang, maka akan mempermudah anak dalam memahami konsep yang lebih sulit. Ini hanya secuil contoh muatan pembelajaran pada salah satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum kita di Indonesia. Dasar ini amat penting pada level dan jenjang pendidikan berikutnya. Jika konsep bilangan satuan belum matang maka anak akan kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang lebih sulit. Belum lagi muatan mata pelajaran lain yang merupakan mata pelajaran yang tergabung dalam ujian Nasional. Belum lagi penyajian yang kurang menarik minat belajar anak-anak, hanya mengerjakan soal-soal yang amat abstrak. Seyokyanya anak-anak di kelas awal masih berada pada tahap konkrit operasional. Semestinya mereka belajar dari benda-benda kongkrit sampai pada tahap mereka berada pada tahap formal operasional, dimana gaya berpikir mulai melibatkan penggunaan operasional logika dan menggunakannya dalam hal-hal yang bersifat abstrak. Dalam hal ini anak sudah dapat menginvestasikan sebuah masalah dengan hati-hati dan sistematik.
Bahkan fenomena ini, hampir tidak terpikirkan oleh kita bahwa ini merupakan aset untuk menghadapi ujian Nasional nantinya. Tetapi kita belum menyadari atau hanya terinspirasi oleh target-target pencapaian sehingga melupakan fenomena saat ini, nantinya akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya seorang anak lulus dari ujian Nasional.
Maka kasus yang digambarkan diawal artikel ini, wajar terjadi pada iorangtua atau guru karena pencapaian target. Serta paradigma pendidikan kita di Indonesia bahwa mengukur keberhasilan pendidikan adalah dengan lulus ujian Nasioanal dan dapatnya seorang anak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Sehingga orientasi dari produk pendidikan kita adalah bagaimana agar lulus ujian. Tidak lagi berpikir apakah stimulus yang diberikan sejak awal mampu menyiapkan atau mengantarkan anak-anak untuk mencapai keberhasilan yaitu lulus ujian Nasional.
Tidak sedikit langkah yang ditempuh oleh sebagian besar orangtua dan guru. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai tujuan agar anak-anak mereka lulus ujian Nasional. Bahkan guru di sekolah pun semakin mendekati jadual ujian, maka semakin gencar menjejeli anak-anak dengan soal-soal, latihan, tryout, PR, les dan sebagainya. Belum lagi, tekanan dirumah yang harus menjawab soal-soal dengan benar, jadual les yang padat, sebenarnya hal ini sangat tidak kondusif untuk membekali anak-anak dengan pengetahuan yang akan dihadapinya dalam ujian.
Banyak pendapat ahli pendidikan yang dapat kita jadikan acuan dalam membangun makna sebuah pengetahuan bagi anak-anak. Ini tentunya diawali saat anak Usia dini, melalui stumulasi yang tepat. Seperti hasil penelitiannya Jean Piaget (1972), mengatakan :
Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.”
Lebih jauh kita memaknai sebuah ujian, Nasional atau ujian apapun dalam kehidupan ini yang terpenting bagi anak kita mampu menghadapi ujian itu dan memberikan usaha terbaik untuk mengatasinya dengan penuh percaya diri didasari keimanan yang tinggi dan penuh semangat. Mereka yang akan menjalaninya dan memperoleh hasil dari usaha mereka itu, maka yang penting kita lakukan sebagai orangtua, guru dan lingkungan adalah mempersiapkan mereka mengahadapi ujian Nasional.
Pernahkah kita terpikir, apakah anak-anak merasa nyaman dengan treatment yang kita berikan. Apakah mereka mengerti untuk apa dia melakukan itu, kenapa dia harus belajar, untuk apa dia belajar matematika, dan untuk apa dia harus ujian Nasional, dan banyak pertanyaan lain yang tidak terjamah oleh kita untuk dipertanyakan kepada anak-anak. Inilah yang jauh lebih penting kita siapkan untuk anak-anak, agar mereka mengerti makna dari sebuah ujian. Bahwa ujian bukan akhir dari segala-galanya, sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan untuk mempersiapkan dirinya secara fisik, mental dan pengetahuan.
Beberapa strategi membantu orangtua dan guru dalam mempersiapkan anak-anak sejak dini untuk mengahadapi ujian Nasional atau ujian apapun, antara lain :
• Keterlibatan aktif orangtua dan guru dalam memahami perkembangan dan kecendrungan gaya belajar anak, sehingga memudahkan dalam menyajikan pembelajaran agar menjadi menarik bagi anak dan membuatnya memperoleh pengetahuan itu.
• Mengoptimalkan cara kerja otak dengan cara memberikan pemahaman pada anak bagaimana otak bekerja, sehingga anak-anak kita paham bahwa dia memiliki otak sebagai pusat berfikir dan mampu memberdayakan apa yang dimilikinya.
• Mendorong kebiasaan belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, tentu dengan cara banyak bertanya untuk mengetahui sejauh mana anak mampu menganalisa sesuatu.
• Memahami target ujian atau tes (misalnya : apa nama tesnya dan apa yang akan diukur, bentuk tesnya seperti apa, dll)
• Memperhatikan prestasi anak sebelumnya (jika ada nilai yang rendah di satu mata pelajaran, maka latihlah anak untuk bidang yang lemah, hindari member latihan untuk mata pelajaran yang sudah unggul, karena ini akan membuat anak bosan)
• Memberikan waktu yang cukup untuk berlatih (jauh sebelum ujian anak sudah mengalami latihan berulang-ulang dan dalam waktu yang panjang, jangan memaksa mereka belajar baru pada saat ujian akan berlangsung)
• Tenang (orangtua, guru, dan anak membiasakan diri tenang dan yakin bahwa anak yang lulus ujian adalah anak yang tenang, percaya diri, tekun dan yakin Allah akan membantu mereka, jangan menularkan kecemasan orangtua dan guru kepada anak-anak)
Semoga ujian Nasional saat ini yang sedang dihadapi anak-anak kita, sudah mereka persiapkan dengan matang dan mereka mampu mengahadapi ujian Nasional dengan ketenangan dan keberhasilan yang luar biasa. Bagi kita para orangtua, pendidik dan pemerhati pendidikan tentu kebanggaan yang luar biasa jika mereka lulus dengan prestasi yang baik. Akan lebih membanggakan jika anak-anak kita mampu aplikatif dalam kehidupan sehari-harinya dengan prestasi yang baik itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI