Kemarin Jumat pak Zikri singgah. Sore bakda ashar saat matahari sedang turun di sisi barat Banyumas. Aku dan anak-anak berbincang ringan di beranda saat laki-laki itu tiba. Novel Sherlock Holmes terbuka sampai halaman 127 di pangkuanku ketika aku beranjak menyambutnya.
"Eh, ada Gojek." Mulanya Ammar berseru takjub.
Keempat adiknya spontan melihat ke arah pengendara motor berhelm dan jaket hijau yang bermotor ke arah kami. Enam bulan terakhir hampir tak pernah gojek melintas depan rumah. Sekampung itu tempat tinggal kami saat ini.
"Abiii..!" Salah seorang anak tiba-tiba berseru mengenali sosok di belakang pengendara motor.
Yang lain bersahutan memanggil bapak mereka. Berebut menyalami tangan kokohnya, memeluk sekadarnya lalu sibuk membongkar tas jinjing berisi oleh-oleh.
Sekotak Beng-Beng, biskuit Oreo, snack ringan dan sebotol air mineral berpindah posisi ke tangan anak-anak. Dipo menemukan dua minuman kopi botolan. Pak Zikri menggelengkan kepala. Melarang Dipo mengambilnya.
"Itu bekal Abi nanti malam." Katanya singkat.
Anak-anak bertanya kemana bapak mereka pergi lagi. Laki-laki itu memang hanya singgah beberapa jam. Mengistirahatkan jiwa sekejap sebelum melanjutkan perjalanan kereta ke arah barat.
Diantara keriuhan anak-anak, pak Zikri meraih sesuatu dari dalam ransel. Serenteng kopi Torabbika Cappucino yang harga ecer dua ribuan. Upeti yang beberapa tahun terakhir ia persembahkan demi senyum, ucapan terimakasih dan kadang bonus pelukan tak tahu malu di depan anak-anak.
"Makasih, Abi." Laki-laki itu tersenyum lebar mendengarku.
Perjalanan kami bersama kopi cukup lama. Sepanjang usia pernikahan. Aku berharap kopi, gula, perisa dan aneka tambahan makanan ini tidak akan menyusahkan kesehatan kami di masa depan.