Jaman sekolah dasar dulu di tahun 1990an momen Maulid Nabi termasuk yang saya tunggu bersama teman-teman lain.
Muludan kami menyebutnya. Hari itu pelajaran diliburkan. Anak-anak yang biasa mengenakan seragam merah putih pendek berganti busana muslim. Anak putra berkoko dengan peci hitamnya. Saya dan teman-teman putri berbaju panjang. Kerudung disampirkan sekedarnya.
Selain lomba-lomba, ada juga guru yang bercerita. Kisah kelahiran Muhammad bin Abdullah dan tentara gajah raja Abrahah. Nanti punya anak, aku berulang kali membacakan cerita ini pada anak-anak. Tak melulu menunggu momen Maulid Nabi.
Istimewanya, kami diminta bawa bekal ke sekolah. Tahu kan bekal favorit sejuta anak saat itu. Ya, mie goreng menjadi menu hampir seluruh anak-anak di kelas saya. Kalau beruntung, ada lauk telur mendampinginya. Tentu lebih banyak yang berbekal nasi dengan lauk mie goreng.
Manalah peduli kami soal double karbo saat itu. Gizi bukan yang utama. Kenyang nomor satu. Penampakan mie goreng yang mengembang sempurna ketika kotak makan dibuka tak jadi soal. Makin mengembang makin bagus. Seolah porsi mie kami makin banyak. Padahal sami mawon. Hahaha.
Perjalanan mengenal Muhammad bin Abdullah semasa sekolah dasar sampai menengah berputar pada teks buku sekolah. Saya tidak tahu kalau Nabi itu istimewa sampai kuliah nanti.
Di sela kuliah, saya mengenal Nabi melalui kajian dan buku-buku bacaan. Ada tiga buku yang menceritakan Nabi sampai membekas bagi saya.Â
Â
Pertama buku biografi sejarah kelahiran Nabi sampai detik-detik akhir hidupnya. Judulnya Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung tulisan Syaikh Syafiyyurahman Al Mubarokfury. Buku ini saya pinjam dari teman kos. Saat itu, saya membutuhkan referensi menulis cerita pendek tentang Nabi.
Tak disangka buku ini menuturkan perjalanan Nabi dengan sangat apik. Gerimis hati saya membacanya. Kelak, saya membeli sendiri buku ini untuk bapak di Banyumas sana saking bagusnya buku ini.