Apa saya akan lebih bahagia jika dulu menikahnya dengan si A?Â
"Setelah kita menikah, pernah enggak kepikiran perempuan lain?" Saya bertanya tiba-tiba pada suami yang sedang duduk di depan laptopnya.
"Pernah." Jawab suami lugas. Entah jujur atau sekedar memancing reaksi saya.Â
Alih-alih insecure dengan jawaban suami, saya justru ngegas.
"Sama siapa? Sama yang mana?"
Menyebutkan nama perempuan lain apalagi kelebihannya adalah umpan yang sempurna untuk meledakkan hati istri.Â
Konon, perempuan bisa menyembunyikan rasa cintanya selama empat puluh tahun. Tapi, ia tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya barang sedetik.
Entah siapa yang bilang begitu. Tapi menurut saya empat puluh tahun terlalu lama untuk memendam rasa. Bukan saja berpotensi menjadi jerawat tapi juga menghabiskan usia produktif. Empat puluh tahun? Yang benar saja!
Tentu saja suami saya tidak menyebutkan nama. Dia tidak sempat punya mantan. Keburu saya selamatkan dari status jomblo fisabilillah pemanen. Tapi, bukan tidak mungkin suami saya pernah menyukai orang lain. Jatuh cinta adalah hal lumrah bagi manusia.
Sebenarnya, saya baru membaca satu cerita pada buku Merawat Keberkahan Cinta di Keluarga (MKCK). Kisah pertamanya tentang ujian seorang suami. Istri tiba-tiba teringat seorang lelaki yang pernah melamarnya, dulu sekali. Sampai timbul perandaian dalam hatinya.