Bagi para penggemar film, tentunya sudah tidak asing lagi dengan film yang diadaptasi dari sebuah karya sastra.
Biasanya, karya sastra yang diangkat menjadi film merupakan karya yang telah populer di tengah masyarakat. Bahkan, sampai sudah memiliki kelompok penikmat atau fans (Ardianto, 2014, h.19).
Film adaptasi ini termasuk cukup mendapatkan banyak perhatian dari para penonton. Hal ini dikarenakan adanya rasa ingin mengonfirmasi apa yang ada di imajinasi ketika membaca karya sastra tersebut dengan visualisasi yang dibentuk dalam film.
Namun, seringkali seseorang yang sudah membaca karya sastra atau novelnya merasa hasil film tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi yang dimiliki.
George Bluestone (dalam Ardianto, 2014, h.19) menjelaskan tentang “The Two Ways of Seeing”, yang dimana mempertanyakan persamaan dan perbedaan yang ada pada film dengan novel, serta mencari hubungan antara kedua media tersebut.
Susan Hayward juga menjelaskan bahwa film adaptasi adalah film yang idenya berangkat dari karya sastra, tetapi ada kemungkinan cerita yang baru tidak sama persis dengan aslinya (Ardianto, 2014, h.20).
Tidak hanya itu, menurut Susan (dalam Ardianto, 2014, h.21), adaptasi film dari karya sastra dibagi menjadi tiga kategori, diantaranya adaptasi atas karya klasik, drama panggung atau teater, dan adaptasi karya sastra kontemporer, termasuk fiksi populer.
Sesuai dengan topik kali ini, kita akan membahas tentang salah satu film bergenre sci-fi yang merupakan adaptasi dari sebuah karya sastra. Film tersebut adalah film serial “The Hunger Games”.
Trilogi “The Hunger Games”
Serial “The Hunger Games” diadaptasi dari buku Trilogi “The Hunger Games” karya Suzanne Collins. Trilogi tersebut terdiri dari The Hunger Games (2008), Catching Fire (2009), dan Mockingjay (2010).