Mohon tunggu...
Yoshua Yudha Octavianus
Yoshua Yudha Octavianus Mohon Tunggu... Lainnya - Lawyer

the purpose of life is life with purpose

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Holdingisasi BUMN: Solusi atau Masalah Baru?

27 Juni 2020   14:37 Diperbarui: 27 Juni 2020   15:04 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Policy Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk holding BUMN bukanlah yang pertama dilakukan dalam hal meningkatkan kinerja hingga menyelamatkan BUMN sedang collapse. Sebelumnya, Pemerintah telah membentuk holding BUMN Pertambangan dengan memindahkan saham PT Antam Tbk, PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk ke PT Inalum Tbk.

Penggabungan berbagai perusahaan di bawah satu perusahaan induk ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan PP No. 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Permasalahan BUMN terkini, kasus BUMN Asuransi PT Jiwasraya yang sedang diambang kepailitan menjadi sorotan publik setelah menyatakan tidak mampu membayar klaim nasabah dan merugikan negara mencapai Rp 16,81 Triliun sesuai data dari BPK.

“Kita akan bentuk holdingisasi Jiwasraya, dimana holdingisasi ini akan ada cashflow kurang lebih Rp 1,5 Triliun sampai Rp 2 Triliun sehingga para nasabah yang selama ini tidak ada kepastian, akan ada cashflow (arus kas) bergulir” Kata Menteri BUMN Erick Thoir, Minggu (5/1/2020). 

Tentu langkah ini diambil untuk menyelamatkan BUMN Jiwasraya yang sudah di ujung tanduk, penyuntikan dana dari holdingisasi dinilai akan mengatasi kerugian nasabah.

Disisi lain Holdingisasi BUMN ini memiliki kekurangan yang justru berpotensi menimbulkan masalah baru seperti antara lain utang makin menumpuk, dapat menimbulkan fanatisme kelompok, kesenjangan kesejahteraan antar perusahaan BUMN, memungkinkan terjadinya pemborosan menimbulkan siklus keuangan yang buruk.

Sebagai mantan Menko Perekonomian, Menteri  Keuangan & Menko Kemaritiman, Rizal Ramli berpendapat “Jika tidak terjadi efisien dan peningkatan pendapatan perusahaan-perusahaan milik negara, pembentukan holding BUMN tidaklah bermanfaat”.

Tanpa adanya pengelolaan yang baik dan benar, holdingisasi BUMN justru akan menjadi beban bagi BUMN yang sedang berkembang. 

Dari perspektif regulasi, menerbitkan payung hukum yang lebih kuat atau merevisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang BUMN, menjadi langkah tepat untuk mengatasi setiap potensi resiko yang ada tanpa meninggalkan atau mengaburkan asas-asas pemerintahan yang baik dan demokrasi ekonomi.

Kedua, pelajaran dari kasus ini perlu pengawasan industri asuransi diperketat oleh lembaga berwenang dalam hal ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang juga sebagai regulator memiliki tugas menjaga industri asuransi tetap kondusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun