Belakangan ini Pemerintah berusaha memperbaiki hukum di Indonesia dengan mengusulkan skema yang selama ini kita dengar yaitu Omnibus Law. Sebenarnya apa tujuan dari Omnibus Law itu? tujuannya untuk mensinkronisasi peraturan-peraturan yang selama ini dinilai tumpang tindih atau biasa disebut dengan harmonisasi hukum agar terciptanya kesatuan dan kepastian hukum tanpa mengaburkan maupun mengorbankan pluralisme hukum.
Namun dibalik tujuan yang mulia tersebut, penyusunan Omnibus Law yang mencakup 11 klaster merevisi sekitar 83 Undang-Undang terdiri dari ribuan pasal ini dinilai terlalu tergesa-gesa, tidak partisipatif maupun transparan bahkan dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai pancasila.
Dalam hal tergesa-gesa, pada pasal 170 RUU Cipta kerja yang menyebut bahwa Pemerintah bisa mengubah UU melalui Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini sangat bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku, dimana peraturan perundang-undangan lebih tinggi kedudukannya. Bahwa kemudian telah diklarifikasi oleh penjabat negara yang menegaskan persoalan tersebut bisa terjadi karena adanya kesalahan pengetikan.
“Jika tetap disahkan tanpa melibatkan kami buruh, itu artinya pemerintah mendukung adanya kekacauan, kalau kami serentak turun ke jalan seharusnya pemerintah mendengar enggak usah ngotot” kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, saat jumpa pers di kantor KSBSI, Jakarta Timur (19/2).
Pembentukan Omnibus Law tidak sesuai dengan Pasal 96 UU nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai hak masyarakat untuk turut serta berpartisipasi, bahkan pada ayat (4) ditegaskan RUU harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat yang seharusnya sejak awal hal tersebut dilakukan oleh pemerintah.
Sejalan dengan visi Pemerintahan sekarang isi Omnibus Law diharapkan dapat menarik investor asing berinvestasi di Indonesia sehingga dengan begitu dapat memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apa benar-benar memajukan? sayangnya ilmu bisnis bukanlah ilmu pasti. Bagaimana jika supply dan demand tidak saling mendukung? dapat dipastikan harapan tersebut belum tentu terealisasikan. Ditambah lagi RUU Cipta Kerja merubah sistem Upah, PHK, Pesangon hingga penghapusan sanksi pidana bagi korporasi menjadikan posisi tenaga kerja kian terpojokan.
Untuk itu pembahasan Omnibus Law ini harus lebih partisipatif serta transparan kepada publik sesuai prosedur hukum yang berlaku agar tidak terjadi kesalahpahaman antara niat baik pemerintah dengan kepentingan masing-masing pihak krusial didalamnya dan terpenuhinya hak masyarakat sesuai dengan Pasal 28D UUD 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum dan Setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Salam Perjuangan,
Yoshua Yudha Octavianus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H