Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Timnas Thailand di Titik Jenuh

3 April 2017   07:54 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 2454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika bicara soal timnas sepakbola Thailand, kita semua sepakat, tim Gajah Perang, adalah tim yang dominan di kawasan Asia Tenggara, baik di level junior, maupun senior. Secara teknik, kompetisi, pembinaan pemain, dan kerjasama tim, Thailand berada di level atas untuk kawadan ASEAN. Teranyar, mereka mampu lolos ke Piala Asia 2019, dan menjuarai Piala AFF 2016, di bawah arahan pelatih Kiatisuk "Zico" Senamuang.

Saking dominannya mereka di ASEAN, raihan gelar SEA Games, atau Piala AFF (baik level junior maupun senior), terlihat biasa saja. Bagi mereka, menjadi juara di level ASEAN, adalah hal yang tak terlalu sulit. Malah, itu bukan lagi impian, tapi menjadi sebuah keharusan. Ini jelas amat berbeda dengan timnas kita, yang terus mengejar gelar juara di level ASEAN, tapi sering gagal, dengan gelar juara Piala AFF U-19 2013, dan 2 gelar SEA Games (1987 dan 1991), sebagai capaian terbaik. Di ajang Piala AFF, timnas Indonesia 5 kali menjadi finalis. Raihan ini berbanding terbalik, dengan Thailand (5 kali juara). Di SEA Games, Thailand meraih 15 kali juara (termasuk tahun 2015). Di Piala AFF U-19, mereka 4 kali juara (terbanyak bersama timnas Australia U-19).

Dominannya timnas Thailand di level ASEAN, membuat mereka membidik target lebih tinggi; Piala Asia 2019, dan Piala Dunia 2018. Untuk Piala Asia 2019, mereka sudah memastikan diri tampil, di Uni Emirat Arab, dengan lolos ke babak akhir kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia.

Tapi, timnas Thailand gagal lolos ke Rusia. Kepastian ini didapat, setelah mereka dihajar Jepang 0-4 di Saitama Selasa (28/3), waktu setempat. Dengan kekalahan ini, Thailand terpaku di posisi juru kunci grup B, setelah mengantongi nilai 1, hasil 1 kali imbang, dan 6 kali kalah, dari 7 laga. Praktis, 3 laga sisa mereka, hanya jadi laga formalitas. Kalaupun mereka mampu menyapu bersih 3 laga itu, secara matematis, mereka tidak akan mampu mencapai zona play-off (peringkat 3 grup) sekalipun. Kegagalan ini, membuat pelatih Kiatisuk Senamuang, distop dari jabatannya. Padahal, ia baru mendapat perpanjangan kontrak selama setahun, pada akhir Februari 2017 lalu.

Jika mencermati posisi timnas Thailand saat ini, bisa dibilang, mereka sedang berada di titik jenuh. Di level ASEAN, karena sudah begitu dominan. Tapi, sistem pembinaan pemain mereka, masih sebatas berlevel ASEAN, tanpa ada pembaruan berarti. Sekuat apapun mereka di ASEAN, mereka belum cukup kuat, untuk bersaing di tingkat dunia. Untuk level Asia, Thailand memang pernah juara 3, pada edisi 1972 di kandang sendiri. Tapi, pada era terkini, mereka lebih sering terhenti di fase grup Piala Asia. Besarnya kesenjangan kekuatan, antara negara ASEAN, dengan negara di bagian lain Asia (terutama Asia Timur, dan Asia Barat) masih sulit dikejar. Bahkan, oleh Thailand sekalipun.

Belakangan, negara kawasan ASEAN mulai tertinggal, dari negara Asia Tengah, yang mayoritas masih berusia muda. Dari Asia Tengah, ada Uzbekistan, yang mampu rutin tampil di fase gugur Piala Asia, termasuk mencapai semifinal tahun 2011. Bahkan, Uzbekistan juga pernah menjadi perempatfinalis, di Piala Dunia U-20 edisi 2013 di Turki. Terkini, mereka lolos ke Piala Asia 2019. Di babak akhir Pra Piala Dunia 2018 Zona Asia Grup A, mereka juga masih bersaing ketat, dengan Iran, dan Korea Selatan, untuk memperebutkan tiket lolos otomatis ke Rusia.

Apa yang sedang dialami timnas Thailand ini, seharusnya menjadi peringatan dini, untuk timnas Garuda. Menjadi juara di level ASEAN, memang menjadi dambaan bersama. Tapi, itu bukan satu-satunya modal, untuk timnas bisa kompetitif, di level Asia, maupun dunia. Di sini, perlu dibuat sistem pembinaan pemain berstandar tinggi, sambil membuang pola pikir instan, dan rasa puas diri. Nantinya, jika timnas dapat meraih sukses di level ASEAN, hendaknya mereka tidak mudah terlena. Supaya, mereka tidak hancur, saat mulai bersaing, di level selanjutnya (Asia dan Dunia). Karena, di atas langit, masih ada langit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun