Saat pertama kali mendengar lagu "Imagine" karya John Lennon, Saya merasa, semua hal yang terlantun di lagu itu terdengar muskil. Terutama, jika melihat situasi dunia saat ini, yang penuh sekat pembatas, dan pertentangan, akibat semua perbedaan yang ada, termasuk dalam hal agama, yang sebetulnya sama-sama mengajarkan kebaikan. Rasanya, dunia yang sungguh damai, dan tanpa sekat pembatas, dalam hal apapun, masih menjadi sebuah khayalan kosong untuk saat ini.
Tapi, apa yang diangankan John Lennon dalam lagu "Imagine", yang ia lantunkan itu, justru dapat terwujud di sepak bola. Meski masih belum sempurna, sepak bola mampu menciptakan dunia yang damai, tanpa sekat apapun, setidaknya selama pertandingan berlangsung, sampai berbuyinya peluit akhir.
Sepak bola terbukti mampu menyatukan setiap perbedaan, yang ada pada diri tiap manusia. Semua orang, dari berbagai suku, bangsa, golongan, dan agama, berhak bermain, menyukai atau menikmati sepak bola dengan bebas, tanpa terkecuali.
Bahkan, setiap pesepakbola diperbolehkan mengekspresikan keyakinan menurut agama yang dianutnya dengan bebas, tanpa ada ancaman atau resiko terkena dampak negatif apapun, termasuk terkena tindak persekusi, aksi protes massa besar-besaran, atau komentar nyinyir di dunia maya. Tak heran, jika kita sering melihat, seorang pemain beragama Nasrani (Kristen dan Katolik), Islam, Hindu, Budha, atau agama-agama yang lainnya, sering berselebrasi secara gamblang, dengan sikap doa/mengungkapkan rasa syukur, atas gol yang dicetaknya, menurut agama yang dianutnya.
 Begitu juga, saat para pemain memanjatkan doa, menurut agamanya, sebelum pertandingan dimulai. Kebebasan tiap pemain, dalam melakukan selebrasi gol dengan sikap doa/mengucap syukur, atau berdoa sebelum mulai bertanding pun dijamin FIFA, selaku induk organisasi sepak bola dunia. Terbukti, pemain yang berselebrasi, atau bersiap memulai laga, dengan cara berdoa menurut agama yang dianutnya, bebas dari 'hadiah' sanksi apapun dari wasit, termasuk kartu kuning, apalagi kartu merah.
Selain menyatukan perbedaan semacam itu, sepak bola juga terbukti mampu mengenyahkan semua perbedaan pada faktor fisik seseorang. Untuk bisa bermain sepak bola, seorang pemain tidak harus mempunyai tinggi badan seperti Peter Crouch, bertubuh atletis seperti Cristiano Ronaldo, atau berwajah setampan Ricardo Kaka. Yang penting, mereka mau, dan mampu, untuk bermain, dan rajin berlatih. Dalam kasus ini, Pele, Diego Maradona, dan Lionel Messi, yang secara postur tak terlalu tinggi, dan terlihat kurang meyakinkan dari penampilan luarnya, adalah contoh sukses.
Bagi Saya, sepak bola adalah sebuah oase, di tengah semua kegaduhan, yang belakangan ini terjadi di Indonesia, baik di dunia maya, maupun nyata. Kegaduhan bercampur intrik politik, dan sosial (misal fenomena persekusi), yang saat ini sedang marak terjadi, sudah kelewat batas. Seharusnya, ini tidak akan terjadi, jika semua perbedaan yang ada, disikapi dengan tenang, tanpa reaksi berlebihan, apalagi sampai marah-marah.
Tak bisa dipungkiri, sepak bola memang sebuah anugerah. Ia dapat menyatukan semua perbedaan yang ada, dan mampu menghadirkan kegembiraan, di tengah rasa kebersamaan yang erat. Sepak bola juga mengajarkan, bahwa perbedaan itu seharusnya dapat menyatukan. Karena, perbedaan itu ada, supaya keseimbangan dalam kehidupan dapat terwujud nyata, lewat sikap saling melengkapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H