Dalam manajemen operasional/ produksi, proses produksi didefinisikan sebagai, proses mengolah bahan baku, atau produk setengah jadi, menjadi barang, atau produk jadi, yang mempunyai nilai tambah. Dalam konteks pembinaan pesepakbola, proses ‘produksi' pemain, adalah proses membina potensi pemain muda, supaya dapat  menjadi pemain berkualitas. Pada akhirnya, ketika si pemain sudah menjadi pemain berkualitas, ia dapat menggapai jenjang karir lebih tinggi, dengan membela tim nasional, atau klub besar di luar negeri.
Bagi klub, keberhasilan mereka menciptakan pemain berkualitas, menjadi manfaat teknis dan ekonomis tersendiri. Karena, jika mampu, bahkan rutin memproduksi pemain berkualitas, mereka dapat menghemat pengeluaran untuk transfer pemain, sekaligus menerima pemasukan, dari hasil penjualan pemain binaan mereka. Kepergian si pemain bintang, membuka ruang munculnya bintang-bintang lainnya, di klub tersebut, sekaligus meregenerasi tim. Sementara itu, bagi tim nasional, kehadiran pemain bintang berkualitas, menjadikan tim  tersebut, mempunyai potensi, untuk dapat bersaing, di kancah internasional.
Kasus ini, terjadi di klub Dinamo Zagreb (Kroasia), dan tim nasional Kroasia. Sejak Kroasia merdeka dari Yugoslavia, tahun 1991, lalu tim nasionalnya menjadi anggota FIFA, dan UEFA sejak tahun 1993, Dinamo Zagreb rutin memproduksi pemain lokal berkualitas, yang ‘diekspor' ke luar negeri. Pemain-pemain ini, tidak hanya menjadi andalan di klub, tapi juga di tim nasional. Pada dekade 1990-an, akademi mereka ‘memproduksi' Zvonimir Boban, Robert Prosinecki, dan Dario Simic.
Zvonimir Boban, mencapai pucak karir di Italia, bersama AC Milan (1991-2002). Robert Prosinecki mencapai puncak karir di Spanyol, saat membela Real Madrid, Real Oviedo, Sevilla, dan Barcelona, (1991-1997). Sedangkan, Dario Simic ‘lulus' dari Dinamo Zagreb, saat pindah ke Italia, tepatnya Inter Milan (1999-2002), sebelum mencapai puncak karirnya, saat memperkuat AC Milan (2002-2008).
Di tim nasional Kroasia, ketiganya menjadi pemain pilar, bersama Davor Suker (kini ketua HNS, PSSI-nya Kroasia), Slaven Bilic (kini pelatih West Ham United), dan Igor Tudor (legenda Juventus), pada pertengahan dekade 1990-an, sampai awal 2000-an. Hasilnya, Kroasia mampu mencatat prestasi, pada debutnya di Piala Eropa (1996), dan Piala Dunia 1998).
Di Piala Eropa 1996, Kroasia mampu menembus perempat final. Sedangkan, di Piala Dunia 1998, Kroasia mampu meraih medali perunggu (peringkat tiga). Prestasi ini kian lengkap, setelah Davor Suker mampu meraih Sepatu Emas Piala Dunia 1998, berkat 6 gol yang dicetaknya. Sebuah capaian historis, untuk sebuah negara, yang kala itu masih berusia sangat muda.
Pada dekade 2000-an, Dinamo Zagreb kembali memproduksi pemain bintang berkualitas, dalam diri Eduardo da Silva (kini di Shakhtar Donetsk), Luka Modric (kini di Real Madrid). Kala itu, keduanya ‘diekspor' ke Liga Inggris, masing masing memperkuat klub Arsenal, dan Tottenham Hotspur.
Keduanya menjadi instrumen penting tim nasional Kroasia, arahan Slaven Bilic, saat mengantar Kroasia lolos ke Piala Eropa 2008, sekaligus memaksa Inggris absen di Piala Eropa, untuk pertama kali sejak 1984. Di Piala Eropa 2008, meski tanpa Eduardo yang cedera patah kaki, Kroasia mampu menembus perempat final, dengan Modric sebagai inspirator tim.
Meski kerap ditinggal pemain bintangnya, Dinamo Zagreb tetap mampu merajai kompetisi domestik di Kroasia. Sejak pertama kali digelar tahun 1992, mereka mampu meraih total 18 gelar Liga Kroasia, dan 14 gelar Piala Kroasia, terrmasuk gelar ganda beruntun, musim 2014/2015, dan 2015/2016. Dari segi pemain pun, mereka tetap rajin memproduksi pemain bintang lokal di dekade ini.
Marcelo Brozovic (Inter Milan), Marko Pjaca (Juventus), Mateo Kovacic (kini di Real Madrid), menjadi alumnus berikutnya, yang sukses go international, dan menjadi personel timnas Kroasia pada Euro 2016 lalu, dimana Kroasia mampu lolos ke fase 16 besar, sebelum kalah dari Portugal (yang menjadi juara Euro 2016), lewat perpanjangan waktu. Pada musim 2016/2017 ini, Dinamo Zagreb memang tersingkir fase grup Liga Champions. Tapi, mereka memuculkan pemain potensial, dalam diri Ante Coric (19), gelandang serang yang terus dipantau klub-klub raksasa Eropa.
Kebijakan yang dijalankan Dinamo Zagreb ini mencerminkan, pembinaan pemain muda yang baik, dan benar, akan menghasilkan pemain berkualitas. Ketika pemain itu siap menapak jenjang karir berikutnya (bermain di tim nasional, atau klub luar negeri di liga yang levelnya lebih tinggi), (idealnya) klub tidak akan menghalanginya, demi kebaikan bersama.