Jika bicara soal sepak bola di Indonesia, satu kata yang pas untuk menggambarkannya adalah ironi. Memang, bersama bulutangkis, sepak bola adalah olahraga yang sangat dicintai publik Indonesia. Saking cintanya, kita rela begadang, demi menonton aksi tim kesayangan, atau meluangkan waktu untuk datang langsung ke stadion. Ibaratnya, demi tim kesayangan, mendaki gunung, atau menyeberangi lautan pun, siap dilakukan dengan senang hati.
Sayang, prestasi sepak bola kita berbanding terbalik dengan bulutangkis, yang bergelimang prestasi kelas dunia. Sepak bola nasional justru akrab dengan masalah dan kekecewaan, bukan prestasi.
Dalam sepak bola nasional sendiri, selain masalah tata kelola kompetisi yang amburadul, terdapat juga masalah anarkisme suporter yang tak kunjung beres. Ironisnya, tindak anarkis itu umumnya didasari oleh rasa cinta terhadap klub. Sayang, rasa cinta itu diekspresikan dengan cara yang salah. Akibatnya, rasa cinta itu bukannya berdampak positif, tapi justru berdampak negatif, bahkan sampai menelan korban jiwa.
Contoh teraktual, dari tindak anarkis ini, terjadi pada laga Persib melawan Persija, yang berlangsung panas di Stadion GBLA, Gedebage, kota Bandung, Sabtu (22/7) lalu. Meski laga berakhir dengan skor 'damai' 1-1, tindak anarkis tetap saja terjadi. Kali ini, Ricko Andrean (22), seorang Bobotoh asal Cicadas, Bandung, menjadi korban amukan salah sasaran oknum Bobotoh, yang kecewa dengan hasil akhir laga.
Setelah sempat koma, akhirnya Ricko meninggal dunia, pada Kamis (27/7) lalu. Penyebab kematiannya, adalah cedera serius di kepala, akibat terkena pukulan benda tumpul. Sungguh tragis. Pada hari yang sama, PSSI menjatuhi Persib hukuman denda Rp 120 juta, akibat serangkaian insiden saat menjamu Persija, termasuk tragedi yang menimpa Ricko ini.
Di sini, selain merasa prihatin, pastinya timbul pertanyaan; bagaimana alur logika berpikir para pelaku tindak anarkis ini? Secara logika berpikir yang sehat, sebuah tindak anarkis seharusnya tak perlu terjadi. Karena, hanya akan merugikan diri sendiri, klub, dan sesama suporter, yang juga sesama manusia. Lagipula, melakukan tindak perusakan, dan penganiayaan yang sampai menyebabkan kematian, adalah pelanggaran hukum.
Dari sisi klub, tindak anarkis oknum suporter hanya akan membuat klub terkena sanksi, bisa berupa denda, larangan bertanding, bahkan diskualifikasi. Belum lagi, jika klub harus membayar ganti rugi, akibat adanya kerusakan di stadion. Padahal, dalam kondisi normal saja, klub sudah dibebani ongkos sewa stadion, yang jumlahnya tidak sedikit. Maklum, stadion-stadion sepak bola di Indonesia adalah milik pemerintah daerah, bukan klub. Klub hanya menyewa.
Bagi sesama suporter, tindak anarkis adalah sebuah bahaya serius terhadap keselamatan. Di sini jelas, tujuan para suporter datang ke stadion, adalah untuk menonton langsung aksi tim kesayangannya, bukan untuk meregang nyawa. Lagipula, stadion sepak bola adalah arena bermain sepak bola, bukan arena pertandingan gladiator zaman Romawi. Jika sampai potensi terjadinya masalah keamanan di stadion tinggi, bisa dipastikan, penonton akan enggan untuk datang. Akibatnya, klub pun akan merugi.
Mengingat sudah berulangnya kejadian semacam ini, PSSI perlu segera mengambil tindakan tegas, misalnya dengan meniru langkah FA Inggris, yang bekerjasama dengan aparat keamanan, saat memberantas hooliganisme tahun 1990-an. Hasilnya, Liga Inggris kini begitu tertib. Kebetulan, daya rusak oknum suporter anarkis di Indonesia, tak kalah dengan hooligan di Inggris. Selain itu, masalah anarkisme suporter di Indonesia juga menjadi masalah yang membudaya, seperti halnya hooliganisme di Inggris, saat masih merajalela. Tentunya, kita semua sama-sama berharap, jangan lagi ada korban, akibat tindakan anarkis oknum suporter.
Semoga PSSI dapat segera bertindak tegas, tanpa menunggu tragedi sejenis lainnya terjadi. Supaya, sepak bola di Indonesia, tetap menjadi olahraga yang dicintai masyarakat, bukan malah menjadi sumber masalah gangguan keamanan bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H