Pola, atau gaya hidup sehat, adalah salah satu tren gaya hidup masa kini. Badan PBB, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan pola hidup sehat sebagai suatu keadaan sejahtera pada badan, jiwa serta sosial, yang memungkinkan setiap individu dapat hidup produktif, secara sosial maupun ekonomis. Fokus dari pola hidup ini adalah, menjaga kesehatan, dan bentuk tubuh, supaya dapat menunjang aktivitas sehari-hari.
Dalam perkembangannya, pola hidup sehat juga merambah aspek psikologis, terutama dalam hal ketenangan jiwa, dan interaksi sosial. Sehingga, gaya hidup sehat, sebetulnya tidak hanya soal kesehatan tubuh, tapi juga soal kesehatan jiwa.
Sayangnya, belakangan pola hidup sehat cenderung hanya dipahami secara parsial (terpisah). Akibatnya, muncul pemikiran-pemikiran ekstrim, mengenai bagaimana gaya hidup sehat yang benar. Pertama, gaya hidup sehat, hanyalah soal makan makanan sehat, supaya bentuk, dan kesehatan tubuh tetap terjaga, tapi aspek psikologis diabaikan. Kedua, gaya hidup sehat hanyalah soal bagaimana berpikir positif, dan bergembira bersama teman, tapi nafsu makan tak terkendali.
Pemikiran pertama, pola makan sehat (yang cenderung ekstrim), sekilas baik untuk tubuh. Tapi, pemikiran ini, ternyata bisa berbalik merugikan, baik secara psikis, maupun fisik. Karena, mereka akan menjadi obsesif, dalam hal "makan makanan sehat" versi mereka, makanan yang murni, dan berkualitas. Mereka lalu menjadi berpikiran ekstrim, termasuk dalam hal ‘mengharamkan' makanan yang dianggap sebagai junkfood. Jika ternyata, suatu saat mereka melanggar ‘pantangan' ini, mereka akan merasa sangat bersalah, dan menghukum diri sendiri, dengan cara berdiet ketat.
Dalam dunia psikologi, ternyata pola pikir ini digolongkan sebagai penyakit jiwa, yang dikenal dengan istilah ortoreksia nervosa. Selain mengganggu kesehatan secara psikis, penyakit ini dapat mengganggu kesehatan tubuh secara fisik, karena ortoreksia nervosa merupakan sebuah gangguan pola makan, yang membatasi asupan gizi untuk tubuh secara berlebihan.
Pemikiran kedua, gaya hidup sehat hanyalah soal bagaimana berpikir positif, dan bergembira bersama teman, tapi nafsu makan tak terkendali. Seolah, hidup hanya untuk makan, dan bersenang-senang. Sekilas menyenangkan, tapi merusak. Karena, para penganut pemikiran ini, tenggelam dalam kegembiraan interaksi, lupa bagaimana cara mengendalikan nafsu makan, dan dirinya sendiri.
Saat berat badan melonjak, mereka masih melaju. Mereka baru berhenti, saat tumbang, akibat diserang penyakit berat, seperti; jantung, diabetes, stroke, dan lain-lain. Seperti mobil ngebut, yang remnya blong, dan baru berhenti, setelah menabrak gundukan pasir. Pada saat inilah, penyesalan datang, tapi sudah terlambat.
Dari definisi gaya hidup sehat menurut WHO di atas, kita menemukan, gaya hidup sehat merupakan satu kesatuan dari tiga aspek; kesehatan tubuh, kesehatan jiwa, dan kesehatan sosial (hubungan baik dengan sesama). Ketiganya harus berjalan seimbang, bersama kesadaran diri. Jika tidak, akan menjadi salah kaprah, yang justru dapat merugikan diri sendiri, maupun sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H