Selama ini, lini depan Manchester City, nyaris identik dengan sosok Sergio 'Kun' Aguero (Argentina). Performanya yang stabil, sejak digaet dari Atletico Madrid, tahun 2011, membuat City banyak bergantung padanya. Tapi, dalam perjalanannya Aguero menjadi "malaikat dua sisi" bagi City. Ia adalah kekuatan, sekaligus kelemahan tim. Kekuatannya jelas, rajin mencetak gol, tapi, pada saat yang sama, ia juga "rajin" terkena cedera. Kelemahan inilah, yang membuat City sering kerepotan, dan terlihat tumpul di depan. Belum adanya sosok ujung tombak berkualitas sepadan, menjadi masalah rutin, setiap kali Kun cedera.
Memang, belakangan mulai muncul Kelechi Iheanacho (Nigeria). Tapi performanya belum sekonsisten Kun. Gaya bermainnya pun berbeda. Praktis, ia masih sebatas berperan, sebagai spesialis pengganti, atau spesialis starter, saat Kun absen. Di lapangan, lulusan akademi Manchester City ini, masih harus beradaptasi lagi. Karena, sistem permainan tim sangat mengakomodasi gaya bermain Kun, yang cenderung ngotot, tidak kalem seperti dirinya.
Tapi, masalah ini mulai teratasi, berkat adanya sosok Gabriel Jesus (Brasil). Penyerang bernomor punggung 33, yang digaet dari klub Palmeiras (Brasil) ini, mampu beradaptasi dengan cepat, dengan gaya main di Inggris. Dari sisi gaya main, kelebihan teknik, kecepatan, dan penyelesaian akhirnya, mampu memberi dampak positif. Adaptasi ini menjadi tampak mudah, karena sistem permainan Pep Guardiola di City, sangat mengutamakan aspek teknik. Sehingga, pemain dengan kelebihan teknik seperti Gabriel Jesus, mampu mengembangkan potensinya.
Hasilnya mulai tampak, dalam 2 laga terakhir, yang dijalani City. Dimulai dari saat mereka menang 4-0 melawan West Ham (2/2) lalu. Dalam laga ini, Gabriel Jesus mencetak satu gol, dan satu assist.
Performanya meningkat, saat City mengalahkan Swansea 2-1, Minggu (5/2). Dua gol yang dicetaknya, di menit awal, dan akhir pertandingan, memberi kemenangan bagi City. Berkat dua kemenangan beruntun, di liga ini, City menduduki peringkat 3 klasemen sementara EPL pekan ke 24, dengan nilai 49 tertinggal 1 poin di belakang Spurs (50), dan 10 poin di belakang Chelsea (59).
Performa ini, mengurangi tekanan dalam tim, yang sebelumnya sempat inkonsisten. Kehadiran Gabriel, memberi variasi baru, di lini depan City. Gaya bermain Gabriel, yang tidak sengotot Aguero, terbukti mampu menyatu, dengan sistem permainan tim. Kini City tak perlu lagi kuatir, jika sewaktu-waktu Kun absen. Tapi, mengingat usia Gabriel masih muda (19 tahun), Pep dan City mempunyai satu tugas tambahan; memastikan Gabriel tertangani dengan tepat, baik di dalam, maupun luar lapangan. Agar ia tidak layu sebelum berkembang. Mampukah Gabriel terus bersinar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H