Judul di atas adalah satu kesimpulan sederhana yang muncul, dari momen perkenalan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru Timnas Indonesia. Sejak tiba akhir pekan lalu bersama Denny Landzaat, eks pemain Timnas Belanda ini cukup sibuk menghadapi aneka pertanyaan dari jurnalis, sesi wawancara, dan kunjungan ke Kemenpora.
Jelas, ada harapan besar di sini, karena Timnas Indonesia masih berpeluang lolos ke Piala Dunia 2026. Tapi, dibalik harapan itu, ada sebuah taruhan yang menanti pembuktian, setelah sebelumnya PSSI mencopot pelatih Shin Tae-yong, dengan pertimbangan dinamika dalam tim.
Secara situasi dan gaya pengambilan keputusan, PSSI sepertinya sudah merasa "cukup" dengan apa yang sudah dibangun pelatih asal Korea Selatan itu, selama kurang lebih lima tahun bertugas. Ada fondaai yang bisa dilanjutkan, dan ada kesempatan menambah pemain diaspora.
Memang, ada banyak narasi soal kemungkinan bermain dengan gaya sepak bola menyerang ala Belanda. Kluivert sendiri juga menyebut kemungkinan ini.
Tapi, dengan kondisi tim yang sudah terbentuk dan punya sistem permainan spesifik, perubahan gaya main secara signifikan belum tentu ada. Apalagi, Kluivert dan tim pelatih Timnas Indonesia tinggal punya waktu persiapan efektif kurang lebih dua bulan, dan lebih pendek lagi dalam latihan tim.
Kalaupun ada perubahan, perubahan itu akan bertahap, antara lain karena ada pemain diaspora Indonesia yang akan bergabung, seperti Ole Romeny yang sedang diproses menjadi WNI.
Malah, dengan latar belakang Kluivert dan kedua asistennya, kemungkinan tim bermain pragmatis lebih terbuka. Kluivert adalah murid Louis Van Gaal, yang dikenal pragmatis secara taktik, sementara John Pastoor dan Denny Landzaat juga tak gagap saat harus bermain pragmatis.
Jadi, pergantian pelatih di Timnas Indonesia sebenarnya adalah satu cara PSSI menarik minat pemain diaspora Indonesia, khususnya di Belanda, tanpa harus mengubah drastis sistem permainan yang sudah terbentuk.
Dengan kata lain, PSSI akan memanfaatkan kesempatan saat ini, dengan mempertaruhkan kemungkinan terbaik. Meski tidak biasa, keputusan memboyong Patrick Kluivert, dan adanya kemungkinan jumlah pemain diaspora bertambah, menjadi satu hal masuk akal.
Tanpa adanya kendala komunikasi yang signifikan, tim seharusnya bisa lebih solid. Jika proyek pemain diaspora ala PSSI masih berlanjut, keberadaan pelatih yang punya kesamaan bahasa akan membantu.