Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal dan Sebuah Paradoks Rutin

25 Desember 2024   21:44 Diperbarui: 25 Desember 2024   21:44 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Natal, seperti halnya Paskah, merupakan hari raya yang selalu ditunggu warga gereja dengan antusias. Inilah waktunya gereja tampil meriah, dan penuh sesak oleh orang-orang yang tampil semaksimal mungkin.

Sebagai seorang warga gereja, saya juga melihat Natal sebagai satu momen spesial, karena disinilah saya bisa "merayakan" nya, dalam sebuah sikap. Bukan dengan euforia atau semacamnya.

Meski tanpa kata, sikap ini menjadi sebuah paradoks yang mewakili rasa tidak nyaman, setiap kali Natal tiba. Rasa tidak nyaman ini datang, karena Natal (bersama Paskah) selalu menjadi momen anomali. Setidaknya dari segi perilaku di sekelilingnya.

Inilah satu momen rutin, ketika gereja selalu kekurangan tempat duduk, dan orang-orang rela datang 2 jam (atau lebih) sebelum dari jadwal ibadah.

Di hari minggu biasa, antusiasme sehebat ini tak pernah kelihatan. Bisa terisi separuh lebih saja sudah menyenangkan.

Sebagai orang yang terbiasa ke gereja sendirian, sebenarnya situasi ini bukan masalah besar buat saya. Dengan postur tubuh relatif kecil dan kondisi fisik yang "kurang" jika dibandingkan yang lain, saya cukup "nyempil" saja untuk bisa duduk di kursi.

Tapi, anomali ini kadang membawa serta juga perilaku ganjil, yang semakin dinormalisasi di era kekinian, yakni penggunaan ibadah Natal sebagai tempat aktualisasi diri, yang pada situasi tertentu "tidak pada tempatnya".

Ada yang membawa anak-cucu lengkap dengan kerabat yang lain, dan ada juga yang rela repot-repot berpenampilan "wah". Secara kasat mata, fenomena ini merupakan satu bentuk antusiasme khas hari raya. Ada semacam "keharusan" untuk  menjadi istimewa di momen istimewa.

Masalahnya, antusiasme ini kadang seperti mobil yang remnya blong. Jika tidak hati-hati, ini bisa jadi ajang perbandingan, dan menciptakan situasi inferior dan superior. Mulai dari pekerjaan, pasangan, studi anak, sampai hal paling remeh sekalipun, kalau bisa semuanya jadi objek perbandingan, dan dipamerkan semaksimal mungkin di media sosial.

Kalau ini kontes "festival adu nasib" atau semacamnya, mungkin bisa dimengerti. Tapi, karena ini momen ibadah Natal di gereja, rasanya jadi aneh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun