Bicara soal Timnas Indonesia, tentu tak lepas dari berbagai pergantian fase. Ada saatnya suasana terasa menyenangkan, dan ada saatnya terasa menyesakkan.
Soal rasa sesak dan ngilu, khususnya saat Tim Garuda kalah, atau momen menyesakkan lain, publik sepak bola nasional, terutama yang sudah mengikuti sejak lama (termasuk saya sendiri dan setidaknya sebagian dari pembaca) tentu sudah tidak asing dengan rasa ini.
Maklum, sepak bola nasional sudah cukup banyak mengalami, bahkan pernah berada di titik nadir. Misalnya saat kena sanksi FIFA atau terjadinya Tragedi Kanjuruhan.
Saking seringnya rasa tidak enak ini datang, ada yang sampai "terlatih patah hati", dan tidak berani bermimpi terlalu tinggi. Bukan karena pesimis, tapi karena sudah terlalu banyak pengalaman di masa lalu yang mendidik dengan sangat keras, lewat berbagai hasil pahit.
Setengah lusin kekalahan di Piala AFF, kesulitan menapak level Asia, dan berbagai cerita muram lain sudah cukup menjelaskan. Seharusnya, semua sudah semakin jelas, karena PSSI tak pernah benar-benar serius, atau minimal punya rencana memperbaiki peringkat FIFA Indonesia dalam jangka panjang.
Maka, ketika Tim Merah Putih bisa melangkah ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, dan PSSI era Erick Thohir berencana memperbaiki peringkat FIFA Indonesia, antara lain lewat penelusuran bakat pemain diaspora Indonesia, bayangan suram itu bisa minggir sebentar.
Ada progres dan sedikit nyali untuk (minimal) merasa optimis, karena tim yang bertanding mampu mengimbangi lawan. Keberadaan pemain-pemain diaspora yang main di luar negeri, seperti Jay Idzes, Calvin Verdonk, dan Thom Haye sejauh ini sudah menghadirkan level kualitas yang selama ini dibutuhkan.
Jadi, wajar kalau harapan yang ada langsung melambung tinggi. Pada titik paling ekstrem, ada yang dengan sangat optimis menyebut, tim asuhan Shin Tae-yong bisa lolos otomatis ke Piala Dunia.
Padahal, Maarten Paes dkk sebenarnya masih perlu membiasakan diri bersaing di level Asia. Meski terkesan remeh, ini sebenarnya sangat menentukan.
Dengan keterbiasaan ini, tim akan bisa fokus secara maksimal. Sekalipun ada keputusan wasit yang dinilai kontroversial, tim tersebut bisa tetap fokus di lapangan, dan mengejar kemenangan.