Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Barista, Perpaduan Unik Kesederhanaan dan Kompleksitas

9 November 2024   00:37 Diperbarui: 9 November 2024   03:13 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak lama, minum kopi sudah menjadi satu aktivitas yang membudaya di masyarakat Indonesia. Dalam perjalanannya, minum kopi turut menjadi bagian gaya hidup kekinian, dengan barista sebagai satu figur unik.

Sepintas, peran barista terlihat simpel, karena lebih banyak fokus meracik minuman atau menangani urusan perkopian. Tak heran, peran barista kadang dipersepsikan secara terbatas pada area teknis.

Amani & Ihsaniyati (2020) menyebut, barista sendiri pada dasarnya merupakan istilah untuk menyebut orang yang membuat kopi, atau minuman dengan campuran kopi, tapi seiring berkembangnya industri warung kopi dan budaya minum kopi (khususnya dalam konteks kekinian di Indonesia) peran barista tidak hanya terbatas sebagai peracik kopi.

Barista juga merupakan sosok "seniman" yang bertugas mengatur campuran dan takaran ideal yang dibutuhkan, untuk membuat secangkir kopi dan minuman dengan campuran kopi. Ibarat sebuah orkestra, barista adalah konduktor yang mengatur tempo dan menjaga nada tetap harmonis.

Ramadhan (2017) juga menjelaskan, dalam konteks kekinian, barista dapat dilihat juga sebagai seni mencampur atau "mix and match" pada jenis makanan atau minuman tertentu, seperti kopi, sehingga dapat menjadi satu produk dengan estetika tinggi, tanpa melupakan kualitas produk itu sendiri. Dengan demikian, profesi barista bukan hanya sebatas tugas "meracik kopi".

Seiring berkembangnya industri warung kopi lokal kekinian di Indonesia, barista mulai dilihat sebagai satu profesi unik yang menjanjikan. Maka, wajar kalau pendidikan kursus atau sekolah barista cukup banyak muncul, khususnya di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Berkat perkembangan tren budaya minum kopi kekinian, peran barista juga menemukan satu fungsi lain yang cukup potensial, yakni fungsi edukasi. Dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya, barista (seharusnya) sudah punya modal awal lebih dari cukup.

Modal pengetahuan dan keterampilan ini biasanya akan semakin kaya, seiring dengan bertambahnya pengalaman. Jadi, semakin banyak pengalaman yang sudah dimiliki, semakin luwes juga gaya seorang barista dalam mengedukasi konsumen, sehingga tidak ada kesan menggurui, karena interaksi yang berjalan relatif cair, seperti layaknya obrolan khas warung kopi.

Dari sini, tanpa harus membahas hal berat seperti filosofi atau semacamnya, barista bisa membantu konsumen belajar banyak hal secara menyenangkan. Jadi, sekalipun harga produknya mahal, ada manfaat lain yang membuat harga mahal itu layak.

Mulai dari jenis kopi, karakteristik rasa, teknik sampai estetika penyajian, semua ini akan menambah wawasan konsumen, juga menjadi satu nilai tambah tersendiri buat barista dan warung kopi, karena unsur edukatif seperti ini adalah satu hal yang "mahal" dan "mewah".

Jika konsumen sudah teredukasi dengan baik, mereka akan dapat menikmati secangkir kopi dengan perspektif jauh lebih kaya. Ada proses yang dihargai, rasa dan estetika yang dinikmati, dan karakteristik rasa yang dapat dipahami.

Otomatis, mereka tidak akan minum kopi hanya karena ingin mengikuti tren, tapi karena mereka sudah mengenali kopi secara lebih dalam, dan menemukan tujuan mereka minum kopi dengan nyaman, tanpa harus memamerkan di media sosial.

Uniknya, peran barista di era kekinian menghadirkan satu kombinasi paradoks menarik. Dimana, peran yang terlihat simpel dari luar, bisa terlihat kompleks dan sangat menuntut perhatian pada detail kecil di balik layar, tapi, di sudut berlawanan, kompleksitas dan detail itu harus bisa disampaikan sesimpel mungkin, supaya dapat mengedukasi dan memberi manfaat lebih luas, khususnya kepada masyarakat.

Referensi Jurnal:

Ramadhan, A.D. (2017). The expert hands from yogyakarta (barista). e-Proceeding of Management Telkom University ISSN : 2355-9357, 4(2), 2027-2053

Amani, A. F., & Ihsaniyati, H. (2020). Barista Art: Coffee Education Strategy to The Community. Mudra Jurnal Seni Budaya, 35(2), 127-132.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun