Dalam menulis, setiap orang biasanya punya fase demi fase perkembangan yang cenderung bergeser, sesuai fase dan proses yang dijalani. Pada prosesnya, perjalanan ini membentuk gaya, ciri khas dan pola tulisan seseorang.
Memang, ada yang bisa mengubah pola tulisan sesuai topik dan kebutuhan. Ada juga yang berpegang teguh pada satu-dua pola pakem spesifik.
Tidak ada yang salah dari keduanya, karena setiap penulis punya zona nyaman masing-masing. Uniknya, ada satu persamaan yang dapat mengenali, seberapa jauh perkembangan seorang penulis, yakni kedalaman perspektif.
Pada titik awal atau level pemula, kedalaman perspektifnya masih agak "kurang", karena umumnya berfokus pada diri sendiri. Tidak banyak penulis pemula yang langsung lancar menampilkan perspektif mendalam, dengan kadar "narsis" sangat rendah.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, perspektif yang ada biasanya semakin dalam, atau minimal bisa mengikuti dinamika tren dan situasi yang berkembang.
Dengan fleksibilitas seperti itu perspektif yang ada juga akan lebih fokus pada informasi, opini, atau momen yang diceritakan. Soal sosok penulis, namanya cukup tercatat bersama foto profil (jika ada) misalnya di bagian awal artikel.
Bagi seorang penulis (entah pemula atau bukan) ada satu kebanggaan tersendiri ketika sebuah tulisan bisa lulus dari "ujian akhir" moderator, dan tayang dengan selamat. Rasa bangga itu semakin lengkap, jika ada apresiasi.
Sekalipun hanya sedikit, apapun bentuknya, itu sangat berharga. Setidaknya masih ada sedikit semangat untuk menulis lagi di kesempatan berikutnya.
Ketika kemampuan seorang penulis mulai berkembang, perkembangan itu kadang tidak langsung disadari, karena berjalan secara natural. Dari kebiasaan menulis secara rutin, ada kemampuan menangkap ide, bahkan dalam momen kejadian "acak" sekalipun.
Tapi, sekali lagi, meski berasal dari momen pengalaman pribadi, titik fokus tulisannya akan berada pada tempat atau momen khusus, dengan penulis sebagai pencerita, bukan tokoh utama.