Lebih jauh, berkat menulis dan berkomunitas di Kompasiana juga, saya mendapat kesempatan bertemu langsung dengan tokoh-tokoh seperti GKR Bendara (Putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, Raja Keraton Yogyakarta dan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; selengkapnya di artikel ini) dan Sandiaga Uno (Menparekraf RI periode 2019-2024; selengkapnya di artikel ini).
Kalau bisa dirupiahkan, momen langka seperti itu mungkin berharga mahal, tapi Kompasiana mampu membuat momen "mahal" dan "langka" seperti itu jadi terlihat sederhana. Itu baru dua, belum termasuk pengalaman spesial lainnya.Â
Di sini kualitas yang dibangun Kompasiana lewat proses panjang, telah membuatnya punya nama baik, yang harus dijaga dengan kesadaran bersama.
Karena itulah, saat dirasa perlu, saya berusaha membantu lewat masukan dalam tulisan, karena memang itulah etika dasar di ruang menulis. Satu tulisan konstruktif dan logis akan jauh lebih diterima dibanding banyak tulisan kosong tanpa arah dan bentuk yang jelas.
Maka, kalau boleh menyebut satu saja (dari 2000-an tulisan saya di Kompasiana) yang paling berkesan, maka saya akan menyebut tulisan berjudul K-Rewards dan Bahaya Laten "Oversharing".
Tulisan yang diunggah pada tanggal 11 Juni 2024 itu menjadi suara kegundahan saya (dan sejumlah Kompasianer lain) tentang adanya gejala ketimpangan pada perolehan K-Rewards. Memang, saat itu belum ada aturan spesifik seperti sekarang, tapi ketimpangan yang ada punya kecenderungan kurang sehat dalam jangka panjang.
Meski bukan pertama kalinya memberi masukan soal K-Rewards, artikel ini menurut saya terasa spesial, karena secara kebetulan, pada awal bulan berikutnya, admin mengumumkan perubahan mekanisme, dengan menempatkan "wajib mempunyai minimal 1 artikel berlabel Artikel Utama" dalam sebulan sebagai syarat.
Sepintas, ini terlihat berat, tapi menjadi satu bentuk pertanggungjawaban Kompasiana dalam hal menjaga kualitas.
Suka atau tidak, kualitas inilah yang menjadi satu alasan, mengapa platform blog keroyokan ini bisa memberi kesempatan para penggunanya lewat wadah komunitas, untuk beraudiensi dengan tokoh-tokoh nasional, seperti KJOG (Kompasianer Jogja) yang tahun 2023 lalu sempat menyambangi Keraton Yogyakarta bersama Koteka.
Di tingkat antarnegara, ada juga komunitas di Kompasiana, dalam hal ini Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana), yang sudah berinteraksi juga dengan Kedubes Indonesia di sejumlah negara.
Itu belum termasuk seabrek pengalaman sejenis yang dimiliki Kompasianer atau komunitas lain di Kompasiana, dalam perjalanan selama 16 tahun terakhir.