Ada gambaran strategi pencegahan, bahkan cara "melawan" yang bisa dilakukan. Inilah kenapa, pepatah bilang, "pengalaman adalah guru terbaik".
Otomatis, memaafkan lalu melupakan, apalagi menganggap  momen pahit seperti tidak pernah terjadi sebelumnya adalah hal yang tidak mungkin dilakukan.
Waktu masih kecil dan polos, melupakan itu perkara biasa, tapi seiring berjalannya waktu, melupakan adalah satu hal yang semakin sulit dilakukan. Kecuali kalau memang sudah sangat pikun.
Ingatan manusia tidak bekerja seperti memori komputer, yang bisa dihapus sekenanya. Tapi, ia menghasilkan sikap dan respon sebagai hasil dari proses "belajar" dari masa lalu, layaknya sebuah aplikasi yang rutin di-"update" secara berkala.
Kurang lebih sama seperti para jagoan di cerita silat klasik. Ada yang punya bekas luka parah, tapi mampu menjadikan itu "tanda" kedewasan, bahkan ciri khas yang sangat dikenali lawan.
Karena itulah, daripada melupakan, lebih baik merelakan yang sudah terjadi, tanpa harus melupakan. Suka atau tidak, ingatan pahit di masa lalu adalah sebuah catatan, yang suatu saat akan berguna di masa depan, entah buat diri sendiri atau orang lain.
Selebihnya, tinggal bagaimana bagaimana kita bisa menggunakan itu sesuai porsi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI