Judul di atas adalah satu pertanyaan yang muncul, seiring laju Argentina di Copa America 2024. Setelah meraih poin sempurna dan tanpa kebobolan di fase grup, sang juara bertahan melaju ke semifinal, usai menang adu penalti 4-2 (1-1) atas Ekuador, Jumat (7/5, WIB).
Seperti biasa, Tim Tango mengandalkan Lionel Messi sebagai motor serangan tim. Meski sudah berusia 37 tahun, sang kapten masih menampilkan aksi individu dan visi bermain istimewa.
Kepemimpinan pemain nomor punggung 10 ini juga masih sangat membantu tim, untuk tetap kompak di atas lapangan. Boleh dibilang, meski baru mencetak satu assist, peran sang bintang masih sangat penting bagi tim secara umum.
Sepintas, ini seperti yang biasa dilihat pecinta sepak bola setidaknya selama sedekade terakhir di level antarnegara: Messi adalah Argentina, dan Argentina adalah Messi.
Satu situasi yang secara unik mencapai titik puncak, saat La Pulga menjadi inspirator tim, yang mengawinkan gelar Copa America 2021 dan Piala Dunia 2022, di usia yang sudah tak lagi muda buat pesepakbola.
Sebenarnya, titik puncak performa Leo di tim nasional sebenarnya sudah tercapai, saat dirinya menjadi menjadi juara dan pemain terbaik Piala Dunia 2022.
Setelah penampilan di Qatar, pemain kidal ini memang mampu mencetak 3 gol di Kualifikasi Piala Dunia zona CONMEBOL dan sejumlah gol lain di laga uji coba.
Tapi, pemain Inter Miami ini tak lagi mendapat tugas serumit dulu.
Tak ada kewajiban untuk tampil sempurna dan mencetak banyak gol, yang kadang masih ditambah tugas klasik pemain nomor punggung 10: mampu menggendong tim nyaris sendirian saat situasi buntu.
Jadi, tidak mengejutkan kalau kegagalan Messi menjebol gawang Ekuador di babak tos-tosan disikapi tim dan publik sepak bola Argentina dengan relatif kalem. Kalau momen ini terjadi 10-15 tahun lalu, banjir kritik sudah pasti datang.
Dari segi menit bermain, legenda Barcelona ini juga cukup dibatasi. Selain karena faktor usia dan cedera di beberapa kesempatan, tim pelatih Timnas Argentina cenderung lebih berhati-hati, dan tidak lagi ngotot memaksa sang megabintang main penuh di setiap laga seperti dulu.