Padahal, kaum perempuan, khususnya dalam hal ini kaum ibu, punya peran sangat penting dalam keluarga. Ibarat sebuah kabinet pemerintahan, keberadaan seorang ibu seperti sosok "menteri segala macam" versi nyata.
Dalam artian, seorang ibu bisa menjadi Perdana Menteri, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, dan aneka peran lain jika dibutuhkan. Peran ini bahkan bisa dijalankan, baik dalam keadaan biasa maupun keadaan darurat.
Fleksibilitas ini adalah satu potensi besar yang membuktikan, "The Power of Emak-Emak" bukan sebuah lelucon kosong. Malah, ia relevan dengan isu-isu krusial seperti transisi energi, karena secara tradisional, perempuan menjadi sosok penting dalam pembentukan karakter manusia sejak dini, baik secara individu maupun dalam keluarga di level dasar.Â
Pembentukan karakter ini menjadi bagian penting dalam membangun budaya, karena ada kebiasaan yang dibangun sejak lama, dan butuh kesabaran. Secara budaya, kesabaran seperti ini lebih banyak dimiliki kaum wanita, sayangnya, potensi kelebihan ini sering terlupakan, karena sepintas terlihat remeh.
Padahal, budaya ramah lingkungan punya sifat berkelanjutan, yang turut dibangun dari pembangunan karakter dengan orientasi berkelanjutan.
Jadi, untuk membangun budaya ramah lingkungan, dengan transisi energi sebagai satu bagian proses menuju ke sana, peran perempuan sangat penting, sehingga tak boleh ditepikan begitu saja. Supaya potensi ini bisa dioptimalkan, budaya partisipatif perlu dibiasakan.
Untuk urusan satu ini perhatian Oxfam pada pemberdayaan perempuan dalam transisi energi adalah satu hal yang layak diseriusi pihak-pihak terkait, supaya transisi energi (misalnya dari BBM ke listrik) bisa berjalan mulus, karena dibangun lewat kebiasaan dan budaya positif sejak lingkup terkecil.
Jika semua pihak mau bersinergi dan mengoptimalkan potensi besar ini, transisi energi adil (seharusnya) bukan sesuatu yang utopis, karena pemberdayaan perempuan, termasuk penggunaan "The Power of Emak-Emak" yang tepat sasaran mampu membuatnya lebih membumi, sehingga bisa dibiasakan dan dibudayakan.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H