Bicara soal sosok Gus Dur, sebagian dari kita mungkin akan mengingat berbagai anekdot dan pemikiran khas beliau, yang kadang terlihat "nyleneh" tapi relevan, dan tepat sasaran.
Ada kalanya suara kritis muncul, tapi tidak sampai membuat pihak yang dikritik langsung "baper" apalagi kena mental, karena disampaikan (antara lain) lewat bungkus komedi.
Meski sudah berpulang pada tahun 2009 silam, jejak pemikiran Presiden Keempat Republik Indonesia ini masih bisa kita jumpai, antara lain di komunitas Jaringan Gusdurian. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2010 ini punya jejaring di Indonesia dan luar negeri.
Seperti namanya, komunitas ini konsisten menyuarakan nilai-nilai kebhinekaan, dengan mengangkat kembali jejak pemikiran Gus Dur, baik lewat penempatan diri, sikap, maupun literasi.
Dalam konteks penempatan diri, Gusdurian tidak pernah memposisikan diri sebagai "ormas keagamaan" atau semacamnya. Terbukti, mereka tegas menolak aturan pemerintah tentang Izin Kelola Tambang untuk Ormas Keagamaan.
Dari aspek literasi, Gusdurian konsisten merawat dan mengangkat kembali jejak pemikiran Gus Dur. Jejak pemikiran ini antara lain dibukukan dalam buku berjudul "Tuhan Akrab dengan Mereka", yang diluncurkan  pada Kamis, 13 Juni 2024 lalu, di Ruang Teatrikal Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Buku ini berisi kumpulan tulisan Gus Dur di berbagai media, yang dikompilasi dan dikurasi tim Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian. Tulisan-tulisan ini merupakan tulisan lama, bahkan ada yang berusia lebih dari 40 tahun, tapi masih relevan dengan konteks kekinian.
Acara bedah buku yang diisi Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI 2014-2019), Suster Andrea OP (Rohaniawan Katolik), Kalis Mardiasih (Penulis; Pegiat Isu Gender), dan Hairus Salim (Peneliti; Murid Gus Dur) ini menjadi pengalaman pertama saya melihat Gusdurian dari dekat.
Sebelumnya, saya beberapa kali mendapat info dari teman-teman di gereja, tentang acara rutin komunitas ini, yang memang bersifat lintas agama. Gusdurian bahkan pernah mengunjungi GKI Ngupasan, gereja Kristen di kawasan Malioboro, Yogyakarta, gereja tempat saya biasa beribadah, dalam beberapa kesempatan.
Satu hal yang awalnya membuat saya sedikit penasaran adalah, apakah Gusdurian mengangkat juga isu keberagaman dan kebhinekaan, dengan perspektif seperti yang pernah saya jumpai dalam forum serupa bersama Alissa Wahid (Putri Gus Dur) di Lapangan Banteng, Jakarta, tahun 2019 silam. Momen itu saya rekam dalam tulisan "Sepenggal Cerita dari Lapangan Banteng" di Kompasiana.