Kasus paling ekstrem terjadi di Filipina. Di negara kepulauan ini, sepak bola belum sepopuler basket, jadi perlu ada kebijakan khusus, sekalipun bersifat drastis.
Tak tanggung-tanggung, per musim 2024, Liga Filipina meniadakan kuota pemain asing dalam satu tim. Berkat regulasi semacam itulah, pemain-pemain asal Indonesia seperti Saddil Ramdani, Asnawi Mangkualam, Rafli Nursalim, dan Nurhidayat bisa abroad di liga-liga kawasan ASEAN.
Terlepas dari perbaikan yang masih terjadi di sejumlah liga negara-negara ASEAN, keberadaan pemain asing toh ikut mengangkat kualitas liga secara umum. Dengan keberadaan pemain asing, para pemain lokal bisa lebih terpacu untuk berkembang.
Sambil menunggu sistem pembinaan pemain muda selesai dibenahi, penambahan kuota pemain asing memang bukan solusi tabu. Tapi, perlu ada standar kualitas tertentu untuk pemain asing yang datang, supaya peningkatan kualitas liga benar-benar terwujud.
Di sisi lain, klub-klub Liga 1 yang tampil di kompetisi antarklub Asia juga perlu mengubah pola pikir, dengan menaruh prioritas antara Liga 1 dan kompetisi antarklub Asia secara sejajar.
Meski tak juara, penting untuk bisa konsisten melangkah jauh di level Asia, supaya peringkat Liga 1 di koefisien Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) bisa meningkat secara konsisten.
Jangan ada lagi sudut pandang layaknya "katak dalam tempurung" di sepak bola nasional, karena itu terbukti membuat peringkat Liga 1 di level Asia cenderung tertinggal, bahkan di kawasan Asia Tenggara sekalipun.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H