Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liverpool dan Chelsea, Sebuah Kisah Kontradiktif Proyek Olahraga

28 Februari 2024   15:37 Diperbarui: 29 Februari 2024   16:05 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liverpool dan Chelsea saat bertanding di Final Carabao Cup 2024. Foto: AFP/GLYN KIRK via KOMPAS.com

Final Carabao Cup memang sudah tuntas akhir pekan lalu, dengan gol tunggal Virgil Van Dijk memastikan Liverpool berjaya di Wembley, tapi ada sebuah kontradiksi yang  juga terlihat di sini, khususnya dari bagaimana pendekatan Liverpool dan Chelsea dalam membangun tim.

Pada dasarnya, diluar urusan bisnis, kedua tim sama-sama punya ide jangka panjang, dan mempunyai sebuah rencana proyek olahraga, dengan tujuan meraih prestasi sebanyak mungkin. Secara kebetulan, Si Merah dan Si Biru sama-sama dimiliki pebisnis asal Amerika Serikat.

Hanya saja, meski latar belakang negara asal pemilik dan ide dasarnya sama, mereka menjalankan pendekatan berbeda, yang di beberapa titik bahkan cukup kontradiktif.

Sejak dimiliki FSG tahun 2010, Liverpool tak langsung belanja pemain besar-besaran, karena harus melunasi hutang klub lebih dulu. Kalaupun ada belanja pemain dalam jumlah banyak, biasanya itu diikuti dengan penjualan pemain bintang bergaji mahal, dan kriterianya pemain incarannya simpel: sesuai kebutuhan tim.

Mulai dari era Fernando Torres, Luis Suarez, Coutinho, Sadio Mane sampai Fabinho, selalu saja ada momen bongkar pasang tim, meski tidak sampai mengubah total tim secara besar-besaran. Tentu saja, ini adalah satu cara normal menjaga neraca keuangan klub tanpa melanggar aturan Financial Fair Play.

Meski terlihat tidak royal di bursa transfer, FSG justru royal dalam membangun infrastruktur klub dan akademi. Dimulai dari perluasan dan renovasi bertahap Stadion Anfield (dari 45 ribu penonton menjadi 61 ribu penonton), membangun kamp latihan yang terintegrasi dengan akademi klub di Kirkby, sampai membeli kembali kamp latihan Melwood tahun 2023, yang digunakan untuk tim sepak bola wanita Liverpool.

Diluar urusan infrastruktur, The Kop juga membangun sistem pembinaan pemain muda yang terintegrasi dengan tim senior. Alhasil, klub belakangan lebih banyak membeli pemain muda dari klub lain, dan memolesnya sampai jadi pemain tim utama.

Selain karena harga transfer yang relatif miring, ada potensi meraih untung cukup besar dari penjualan pemain. Kasus ini pernah terjadi pada transfer Dominic Solanke (ke Bournemouth, 19 juta pounds) dan Ki Jana Hoever (ke Wolverhampton, 9 juta pounds).

Dari keduanya, Liverpool mendapat total pemasukan 28 juta pounds, setelah sebelumnya hanya mengeluarkan dana 100 ribu pounds untuk memboyong Hoever dari Ajax Amsterdam, dan mendatangkan Solanke dari Chelsea secara gratis.

Kalaupun gagal menembus tim utama, mereka masih bisa mendatangkan pemasukan. Kalau bisa masuk tim utama, mereka bisa bersaing dengan pemain senior, karena dibina dalam sistem berstandar tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun