Pemilu 2024 memang sudah berlangsung pada hari Valentine lalu, dengan meninggalkan banyak cerita. Ada yang masih getol berargumentasi soal hasil akhir, dan ada juga beragam reaksi yang muncul di masyarakat.
Tapi, kalau boleh menyebut siapa sosok "bintang" di Pemilu 2024, saya tanpa ragu menyebut Komeng sebagai bintang yang bersinar paling terang. Bukan hanya karena perolehan suaranya yang moncer, tapi juga karena pendekatan unik dan atmosfer positif yang mampu dihadirkannya.
Meski maju secara independen sebagai calon legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jawa Barat dengan nomor urut 10, pelawak senior satu ini mampu menghadirkan gebrakan ampuh di kontes Pemilu.Â
Seperti nomor urutnya, Komeng beraksi di kotak suara layaknya seorang "pemain nomor punggung 10" di lapangan hijau: kadang terlupakan saat tidak membawa bola, tapi mampu menjadi pembeda saat mendapat bola.
Dari nama tenarnya saja, orang sudah tahu siapa dirinya. Tanpa perlu keluar uang sampai milyaran rupiah, memasang banyak gambar di baliho raksasa atau menggerakkan pasukan besar "tim hore" di media sosial, sosok bernama lengkap Alfiansyah Bustami Komeng ini sudah seperti pembalap yang start di pole position.
Modal awal yang sudah cukup ampuh lalu jadi semakin ampuh, karena sosok bersuara kocak ini turut menambahkan unsur ekspresi kocak dalam pasfotonya. Sebuah strategi kampanye "serangan kilat" nan jenius yang sukses membangkitkan familiaritas publik akan dirinya, sekaligus menjadi solusi simpel di tengah kebingungan pemilih saat mencoblos.
Bingung mau coblos yang mana? Coblos saja kandidat yang ekspresi fotonya paling kocak. Beres.
Strategi Komeng mungkin terlihat remeh di luar, tapi berefek sangat kuat secara psikologis di dalam. Generasi 90-an dan Gen Z (setidaknya sebagian) pasti masih ingat dengan beragam acara komedi yang dibawakannya, termasuk acara "Spontan" yang membuat jargon "Uhuy" identik dengannya.
Ditambah image-nya yang relatif tidak aneh-aneh, artis yang pernah menjadi bintang iklan bareng legenda balap motor Valentino Rossi ini mampu membuat para pemilih leluasa memilih dengan santai.
Bonusnya, mereka bisa tertawa saat melihat foto kocak Komeng si nomor urut 10, seperti halnya para petugas TPS yang secara spontan bersorak "Uhuy" setiap kali nama Komeng disebut saat proses rekapitulasi surat suara.
Benar-benar sebuah penerapan sempurna dari "politik riang gembira", yang ironisnya malah hadir dari kandidat jalur independen alias nonpartai.
Ironi yang ada semakin sempurna, karena lewat kelucuannya sebagai pelawak, Komeng sudah menjadi sosok yang biasa hadir di keseharian masyarakat. Tidak seperti kebanyakan calon legislatif yang fotonya hanya muncul tiap kampanye Pemilu dan pencoblosan.
Meski lebih banyak hadir di layar kaca, lewat komedi, lulusan sarjana ekonomi kelahiran tahun 1970 ini terbukti mampu membangun citra positif secara natural.
Tanpa membuat orang lain terlihat "bodoh" dengan istilah keriting atau semacamnya, ia telah memperlihatkan satu sisi cerdas komedi, yang sering luput dari perhatian. Komedi adalah wujud sebuah kecerdasan, yang terkadang dikemas dalam tampilan "bodoh" di luar, tapi bisa menjadi media kritis bersifat konstruktif, karena bisa diterima segala kalangan.
Komedi berkualitas biasanya hadir dari sosok cerdas. Inilah yang sudah dibangun Komeng selama puluhan tahun di dunia hiburan, dan membantunya lolos ke Senayan.
Terlepas dari berbagai hiruk pikuk di masa Pemilu (termasuk Pilpres) kita patut berterima kasih pada Komeng, karena berkat dirinya, ada satu sisi "adem" di tengah panasnya suasana politik nasional.
Dari Komeng jugalah, para kandidat wakil rakyat dan calon presiden seharusnya bisa belajar, bagaimana membangun kedekatan secara alami dengan masyarakat lewat hal-hal positif. Prosesnya memang tidak instan, tapi bisa menjadi alasan kuat untuk membuat masyarakat mau memilih secara sukarela dan senang hati.
Semoga ada lebih banyak lagi peserta Pemilu yang punya "modal sosial" sebagus Komeng di masa depan, supaya politik uang, serangan fajar atau budaya sejenisnya bisa dikikis, dan diganti politik riang gembira, sehingga "politik riang gembira " tidak hanya menjadi satu "gimmick" istilah politik belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H