Dalam epos wayang Mahabharata, baik dalam versi India maupun Jawa, Duryudana si tokoh antagonis sama-sama disebut punya anak kembar dampit alias kembar laki-laki dan perempuan.
Perbedaannya terletak pada nama dan sorotan soal karakteristik. Dalam versi India, putra Duryudana bernama Laksmanakumara, dan putrinya bernama Laksmana.
Dalam versi Jawa, nama Laksmanakumara diadaptasi menjadi Lesmana Mandrakumara, sementara nama Laksmana diadaptasi menjadi Lesmanawati.
Dari keduanya, porsi tampil Laksmana alias Lesmanawati terbilang jauh lebih sedikit dari saudara kembarnya. Dalam versi India, Laksmana hanya disebut menjadi istri Samba, putra Prabu Kresna, sementara dalam versi Jawa, Lesmanawati menjadi istri Raden Warsakusuma, putra Adipati Karna.
Di sisi lain, meski terdapat perbedaan porsi tampil dan tampilan umum pada tokoh Lesmana Mandrakumara dan Laksmanakumara, ada dua hal yang menjadi benang merah dari keduanya, yakni posisi sebagai putra mahkota Kerajaan Astinapura dan akhir perjalanan yang identik: gugur di tangan Abimanyu (putra Arjuna) dalam Perang Bharatayuda di Kurusetra.
Dalam pewayangan versi Jawa, Lesmana Mandrakumara bukan Laksmanakumara yang terkesan "biasa saja". Dia adalah satu tokoh "luar biasa" tapi dalam arti negatif.
Karena statusnya sebagai seorang "putra mahkota", Lesmana Mandrakumara begitu dimanja oleh ayah dan keluarga besarnya. Alhasil, dia tumbuh menjadi anak manja, yang justru sangat tidak cocok dengan statusnya.
Gambaran sosoknya pun terlihat suram. Meski tumbuh dewasa secara fisik, pertumbuhan mentalnya seperti mentok di level seorang bocah. Sisi suramnya makin lengkap, karena sifatnya sombong dan arogan, seperti ayahnya.
Dalam hal keterampilan tempur, sebenarnya Lesmana mendapat previlese istimewa, karena punya guru ahli sekelas Resi Dorna, tapi entah karena spek gurunya yang terlalu "overpower" atau level kemampuannya yang memang terlalu "kureng", putra Kurawa ini tidak lulus dalam studi keterampilan tempur.
Akibatnya, kemampuan tempur Lesmana Mandrakumara benar-benar kurang, untuk ukuran seorang pangeran. Dalam banyak lakon cerita, ia hampir selalu jadi bulan-bulanan, baik dalam pertarungan fisik maupun sayembara mencari jodoh.