Bicara soal La Liga Spanyol dari musim ke musim, biasanya tak jauh dari topik rivalitas Real Madrid dan Barcelona. Maklum, keduanya masih menjadi kekuatan dominan di liga.
Saking dominannya, Duo Clasico ini sampai membuat La Liga terlihat seperti liga "sepiring berdua. Kurang lebih seperti Liga Skotlandia di masa lalu, saat Glasgow Celtic dan Glasgow Rangers masih jadi lawan seimbang.
Memang, dalam sedekade terakhir, ada Atletico Madrid yang mampu 2 kali juara liga, yakni pada musim 2013-2014 dan 2020-2021.
Meski punya kekuatan finansial dan basis penggemar lumayan besar, kesuksesan Atleti cukup banyak dipengaruhi oleh keampuhan racikan taktik pelatih Diego Simeone. Itupun tidak selalu manjur, karena performa tim tak selalu konsisten.
Tapi, ketika tim yang muncul sebagai "pengganggu" adalah tim yang terbilang lebih kecil seperti Girona, sebagian dari kita mungkin merasa heran. Bagaimana bisa tim yang sebelumnya hanya mengejar target awal lolos degradasi, tiba-tiba menyelip di papan atas?
Kalau boleh dijelaskan secara sederhana, faktor kuncinya ada pada kekompakan tim di lapangan, penggunaan taktik yang berani tapi tak sembrono, dan manajemen klub yang cerdas.
Soal kekompakan tim, ini setidaknya terlihat dari catatan gol tim wakil Catalan. Secara total, dari 12 pertandingan awal, mereka mencetak 29 gol, yang dicetak oleh 11 pemain berbeda.
Catatan gol ini menjadi yang terbaik di La Liga, sekaligus menggambarkan, seberapa berani mereka dalam menerapkan sepak bola menyerang secara kolektif, lengkap dengan penguasaan bola sebanyak mungkin.Â
Secara mental, mereka juga cukup tangguh, dengan akhir pekan lalu membekuk Osasuna 4-2, setelah sempat tertinggal lebih dulu.Â
Gaya taktik ini terdengar sembrono untuk ukuran tim sekelas Girona, tapi ini sejalan dengan ide cetak biru City Football Group (CFG) yang menguasai 47 persen saham klub sejak tahun 2017. CFG sendiri merupakan perusahaan induk pemilik klub Manchester City yang berdiri sejak tahun 2013.