Jadi, jangan kaget kalau di sekitar kita ada begitu banyak ahli politik dadakan, yang tiap hari tak lelah mengirim postingan, beropini, bahkan saat orang sebenarnya sudah enggan menerima.
Dengan begitu banyaknya informasi dan opini yang beredar, menjadi tetap waras adalah satu ujian tersendiri. Bukan berarti apatis, tapi ada saatnya untuk tidak terlalu larut dalam kegaduhan, apalagi menjadi terlalu fanatik.
Jangan lupa, saat rakyat di bawah sibuk ggontok-gontokan hanya karena beda pilihan, para kandidat yang dibela habis-habisan toh bisa makan bersama dengan akrab dalam satu meja di Istana Negara.
Pada masa lalu, ada Prabowo Subianto yang bersaing sengit dengan Jokowi di Pilpres, tapi digaet menjadi Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju. Prabowo bahkan gantian menggandeng Gibran Rakabuming Raka (putra sulung Jokowi) sebagai duet di Pemilu 2024. Dinamis sekali.
Dengan sifat politik yang dinamis, rival dan kawan memang bersifat temporer. Suatu saat bisa bertukar posisi, atau bahkan menjadi rekan. Satu-satunya yang permanen dalam politik hanya kepentingan.
Selama hal mendasar ini tidak diedukasi secara serius di masyarakat, selama itu juga momen Pemilu dan Pilpres masih akan jadi sebuah ujian untuk tetap waras, karena kegaduhan yang ada sudah terlalu toksik.
Padahal, yang terlibat di sini adalah saudara sebangsa, dan tujuan pesta demokrasi ini adalah untuk adu program, adu gagasan, demi kemajuan bersama, bukan adu domba.
Jadi, sampai kapan mau ribut terus tiap ada Pemilu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H