Proyek besutan Tiktok Shop ini awalnya hadir di Inggris sebagai "wholeseller", yang  mengirim produk langsung dari Tiongkok. Pada prosesnya, algoritma Project S ini membaca tren dan ragam produk laris untuk diproduksi di Tiongkok.
Walaupun hasil akhirnya hanya produk "KW" alias imitasi, tidak ada yang peduli. Selama harga dan kualitasnya oke, bungkus.
Langkah preventif ini memang tepat, tapi berhubung belum ada regulasi spesifik, celah yang ada mampu dimanfaatkan Tiktok Shop, dengan kehadiran aneka ragam produk impor "Made in China" di Tiktok Shop, yang membuat UMKM lokal kelimpungan.
Bagaimana tidak, kualitasnya kurang lebih sama, kapasitas produksi lebih besar, dan mereka berani banting harga besar-besaran. Promosinya pun begitu agresif.
Kalau dibiarkan saja, UMKM lokal bisa bangkrut. Padahal, inilah satu sektor yang turut menjaga ketahanan ekonomi nasional tetap solid, termasuk di masa pandemi.
Maka, ketika pemerintah akhirnya menutup celah itu, langkah ini patut diapresiasi, karena pemerintah sudah mulai menimbang aspek keberlanjutan, disamping perlunya membangun budaya persaingan sehat.
Tapi, supaya kebijakan "menggetok" Tiktok Shop akhirnya bisa membawa dampak positif, pemerintah perlu menghadirkan juga tindak lanjut dari kebijakan ini, misalnya dengan menyederhanakan skema perizinan dan tarif pajak untuk produk UMKM lokal atau menetapkan standardisasi kualitas produk yang baku, sehingga produk lokal bisa lebih kompetitif.
Tanpa tindak lanjut tegas dan jelas, sebagus apapun sudut pandang yang digunakan, situasinya akan sama saja, bahkan cenderung lebih buruk, karena tak ada arah yang jelas.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H